RHEA || 12

44.6K 3.6K 197
                                    

Rhea sudah berkali-kali membaca novel Devastating Love. Semua tokoh atau adegan yang ada dalam novel itu hampir Rhea ingat secara garis besar termasuk bagaimana cara Sagatra menangani amarah dalam dirinya.

Bagi Rhea, Sagatra tidak pernah seburuk yang orang-orang pikirkan. Lelaki itu memiliki satu celah yang rasanya siapapun bisa memilih menyukai Sagatra jika memang mau.

Yah, itu sosok Sagatra bagi Rhea. Salah satu alasan kenapa Rhea  tidak pernah membenci Sagatra atau memilih bermusuhan dengan lelaki itu sejak awal menyadari dirinya terdampar di dunia ini.

Kini, setelah hampir setengah jam berkeliling rumah mencari keberadaan Sagatra yang tiba-tiba hilang, Rhea akhirnya tahu dimana lelaki itu.

Senyumnya merekah menatap lurus sosok Sagatra yang tengah duduk dengan tangan memegang pallet lukis. Di depannya ada satu kanvas berukuran besar berisi gambar seorang gadis yang Rhea tahu betul jika itu dirinya.

Sagatra melukis.

Lelaki itu selalu menggunakan sosok Rhea sebagai objeknya.

Didalam novel, hal ini selalu terjadi. Bahkan saat Sagatra marah untuk hal-hal kecil sekalipun dia akan memilih mengurung diri di Studio Lukis rumahnya dan mulai menggambar apapun yang berkaitan dengan Rhea.

"Aku nyari kamu dari tadi." Rhea tersenyum. Mengambil langkah mendekat kearah Sagatra untuk berdiri di belakangnya.

Tangannya merambat naik ke pundak Sagatra. Mengusapnya lembut, memberi ketenangan di sana. Sedangkan Sagatra tampak tidak terganggu. Masih fokus melukis wajah Rhea seolah sosok gadis dibelakangnya hanya angin semata.

"Gambarnya bagus." Rhea memuji. "Kamu lebih berbakat buat hal-hal ginian kayanya." Sejenak Rhea terdiam sebelum kembali bicara. "Engga deh. Kamu pinter banyak hal. Tapi gambar-gambar kamu yang paling berharga dari semua piala yang kamu punya."

Entah untuk alasan apa darah Rhea terasa berdesir. Dia seolah merasakan sesuatu yang asing dalam dirinya. Hal yang tidak bisa Rhea pahami sehingga tanpa sadar semakin merapatkan diri pada Sagatra.

"Tapi kenapa milih aku sebagai objek?" Untuk kalimat yang satu itu, Rhea berkata lirih hingga Sagatra sejenak menghentikan sapuan kuasnya di atas kanvas lukis.

Lelaki itu mendengus dibarengi delikan malas. "Muka lo jelek. Lebih dapet tantangannya daripada gambar yang cantik."

"Masa sih?" Rhea tertawa kecil. Jemarinya kini bergerak memainkan rambut Sagatra dengan lembut seraya mengulas senyum menggoda. "Artinya aku harus bilang makasih sama kamu. Berkat semua lukisan yang kamu bikin, muka aku jadi jauh lebih cantik. Tangan kamu ajaib, Sa."

"Nggak nerima pujian dari orang gila."

Rhea tertawa. "Padahal bilang makasih nggak susah loh, Sa. Tapi ya udahlah lah, untung aku baik hati anaknya."

Sagatra enggan menanggapi. Memilih melanjutkan lukisan didepannya tanpa menghiraukan Rhea. Gambar itu tinggal sedikit lagi dan Sagatra ingin segera menyelesaikannya sebelum menggambar yang lain.

Menggambar sosok Rhea yang tidak akan bosan walau itu harus menghabiskan banyak kanvas lukis miliknya.

Gambar dilukisan itu adalah Rhea yang tengah berlari di ladang rumput lengkap dengan gaun putih yang mengembang indah. Kepalanya menengok kebelakang bersama senyum manis seolah menyambut senja di langit dengan begitu tenang.

Sagatra benar-benar pandai menciptakan lukisan. Bukan hanya indah, dia membuat lukisannya terasa hidup dengan jiwa didalamnya.

"Itu bagus."

Kini, Rhea mengedarkan tatapannya pada setiap sudut ruang Studio Lukis. Ruangannya luas. Kanvas kanvas lukis yang tergantung di dinding juga beberapa yang bergeletak di lantai, bau cat yang menyengat, puluhan cat dan alat lukis di ruangan ini tanpa sadar membuat Rhea mengulas senyum.

RHEALLA : Antagonis's fianceeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang