ten

356 43 3
                                    

"Bantu Nenekmu membawanya, Sayang!"

Seokjin berujar memberikan perintah pada Soobin begitu mereka keluar dari swalayan untuk berbelanja. Begitu Seokjin dan juga Namjoon sampai di rumah orang tuanya di Gwacheon, Soobin sudah berlari merengek agar ke swalayan membeli beberapa bahan untuk memanggang daging malam nanti.

Namjoon tetaplah Namjoon yang tak akan mampu menolak permintaan anaknya.

Tentu saja keinginan Soobin terpenuhi dan berakhir seperti saat ini. Seokjin bersama Namjoon, Soobin, dan Ibunya pergi untuk berbelanja. Mereka membeli cukup banyak bahan makanan hingga satu troli belanja besar itu penuh. Seokjin berjalan bersama Namjoon berdampingan di tepi jalanan basement. Sementara Soobin mendorong troli bersama dengan sang Nenek dengan gembira.

Sebenarnya daripada malas berbelanja, ia lebih malas harus keluar rumah. Seokjin tak mau orang-orang mengetahui dirinya sedang di luar dengan Namjoon. Seokjin tidak suka namanya melambung di Naver maupun Dispatch jika itu bukan terkait pekerjaannya. Ia lalu memutuskan keluar belanja dengan celana longgar dan kaus kebesaran lengan panjang. Seokjin juga mengenakan topi cap dan masker hitam. Rambut panjangnya ia gelung sembarang dengan model bun.

Sementara itu, Namjoon tampak santai tak peduli dengan publik. Gwacheon relatif dekat Seoul. Namun, pria konglomerat itu berbelanja hanya dengan kaus polo lengan pendeknya berwarna kombinasi garis dari biru dan putih. Namjoon juga mengenakan celana panjang kain hitam dan memakai masker. Namjoon bahkan memakai masker setelah Seokjin memaksanya di parkiran tadi sebelum masuk ke swalayan.

Seokjin juga tidak lupa memaksa Soobin. Ia selalu berusaha menyembunyikan Soobin saat sedang pergi bersamanya. Meskipun publik juga sebenarnya sudah banyak tahu foto wajah Soobin saat remaja ini. Soobin akhirnya menurut untuk mengenakan masker meski sejak awal sudah memakai tudung hoodie hitam yang ia kenakan.

"Kita ternyata belanja banyak sekali!" ujar Seokjin menggerutu ketika ia memeriksa kertas struk belanja yang cukup panjang.

Namjoon tertawa melihat tingkah lucu dari sang kekasih. Padahal Namjoon yang telah membayar semua belanjaan itu. Namun, Seokjin justru tampak pusing sendiri atas barang yang ada dan uang sudah keluar.

"Soobin mengambil banyak snack, padahal masih ada banyak di apartemenku" lanjut Seokjin mengeluh.

"Biarkan saja" tanggap Namjoon lembut sambil dengan berhati-hati mengelus pinggang Seokjin sekilas agar tidak ketahuan oleh siapapun. "Dia sedang senang sekali hari ini"

"Kau selalu memanjakannya!"

Namjoon menggeleng dengan senyuman mendengar Seokjin mulai menodongnya kembali dengan cara seperti itu. Selama tiga belas tahun, Namjoon tak pernah lolos dari Seokjin yang selalu menyalahkannya jika Soobin berbuat nakal.

"Aku hanya punya Soobin, Sayang" tegas Namjoon dengan menyebut kata terakhir lebih lirih. "Kalau aku tak memanjakannya lalu aku harus memberikan semua yang aku miliki sekarang pada siapa lagi?"

Seokjin menoleh dengan memicingkan dua matanya pada Namjoon tanpa langkahnya berhenti.

"Kau bahkan akan memberikan perusahaan pada Soobin?" tanya Seokjin sarkastik.

"Kalau Soobin mau, kenapa tidak?" balas Namjoon sambil mengedikkan bahunya.

"Kau gila!" seloroh Seokjin disertai tawa mendengar jawaban seenaknya yang baru Namjoon katakan. "Perusahaan itu milik keluargamu, bukan milikmu!"

Namjoon ikut tertawa menanggapi ucapan Seokjin barusan. "Tapi aku bisa memberi rekomendasi kepada seluruh pemegang saham agar memilih Soobin"

Seokjin mengangguk kecil. Hal itu benar karena Namjoon mungkin dulu mendapat hal tersebut. Namjoon adalah cucu paling istimewa dari Tuan Sanghoon, sang pendiri korporasi. Ayah Namjoon yaitu Kim Jaewon juga merupakan direktur utama sebelum putranya. Namjoon memiliki kecerdasan yang beriringan dengan keberuntungan.

Wave [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang