11 : Meyakinkan.

17 7 1
                                    


◉ Jangan lupa vote & komen.

◉ Happy Reading💞

Semua orang tahu, melupakan bukan sesuatu hal yang mudah. Apalagi jika harus melupakan seseorang yang masih singgah dihati. Tidak terkecuali bagi Safina gadis itu masih menyimpan rasa pada Reza yang notabene nya sudah menjadi mantan kekasih nya. Padahal baru kemarin dirinya bersemangat untuk dirinya agar bisa moveon tapi sekarang perasaan itu hadir kembali menyelimuti perasaannya.

Sejak bercerita pada Nitta, perasaan Safina sedikit menjadi lebih tenang dari pada sebelum nya, meski tidak akan mengubah apapun, ia hanya ingin didengar kan saja. Kemudian, lamunan Safina buyar karena ada ponsel yang tersimpan di saku bajunya berbunyi. Safina langsung mengambil dan membuka ponsel nya, dan tak lama Safina membuka layar kuncinya bahwa yang dilihat pertamanya adalah nama Alzan, entah ada apa Alzan mengirim pesan kepadanya.

Alzan.
Assalamu'alaikum

Safina.
Kenapa

Alzan.
Jawab dulu salamnya, Safina

Safina.
Lupa.
Waalaikumsalam, kenapa?

Alzan.
Ayah kamu udah pulang belum?

Safina.
Belum paling nanti malem, udah
Isya.

Alzan.
Saya mau kerumah kamu.
Ada yang mau saya omongin.
Sebentar aja,bisa?

Safina langsung mematikan ponselnya sebelum membalas pesan dari Alzan. Jantungnya selalu berdetak kencang setiap kali melihat nama Alzan di beranda notifikasi nya, pasalnya lelaki itu jarang sekali memberi pesan kecuali ada sesuatu yang penting dan sekalinya mengirim pesan pasti mengajak untuk bertemu. Tapi pada akhirnya Safina mengiakan ajakan Alzan, meski ia tak tahu apa yang mau dibicarakan.

🌪🌪🌪

Alzan tidak pernah mengingkari janjinya. Tentang yang tadi sore mengajak Safina untuk bertemu, akhirnya ia sungguhan datang. Selang beberapa waktu, akhirnya Alzan sudah sampai dirumah Safina. Dan disana Safina sudah menunggu disofa bersama ayahnya, sesuai permintaan Alzan yang ingin berbicara bersama ayahnya.

"Assalamu'alaikum"

Safina langsung menoleh ke ambang pintu yang menampakkan Alzan tengah berdiri disana dengan malu-malu. Sontak Erlan segera mempersilahkan lelaki itu untuk masuk dan menanyakan maksud dan tujuannya datang.

Alzan pun masuk dan duduk di kursi yang telah disediakan oleh Erlan. "Apa yang mau dibicarakan, Nak?"
Alzan membasahi bibirnya dengan air yang terasa kering, sebelum akhirnya ia membuka suara . "Sebenarnya Alzan mau bicarain ini sama Safina, tapi saya minta tolong sama om Erlan buat nemenin saya, nggak keberatan kan, om?" Erlan tergelak. "Oh, iya, nggak keberatan sama sekali, Nak."

Kemudian Alzan berdeham sekali. "Safina."

Safina pun ketika mendengar Alzan menyebut namanya sontak melirik dan mengangkatkan kedua alisnya dan memfokuskan pandangannya pada Alzan yang hendak mengajaknya bicara. Safina sangat keberatan jika harus ditemani oleh ayahnya ketika mengobrol, terlebih jika mengobrol dengan Alzan, ia akan kesusahan untuk mengganti bahasanya menjadi bahasa yang lebih halus dan sopan.

Cinta yang tak terlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang