16 : Rumah kita.

16 4 0
                                    


◉ jangan lupa tinggalkan vote & komen.



◉Happy Reading💞

Dirumah.

Setelah selesai acara pernikahan mereka, Safina bersama Alzan tidak pulang kerumah orang tuanya melainkan kerumah milik mereka berdua.

Sesampainya dirumah mereka, Safina masih kebingungan dan tidak menyangka dirinya akan punya rumah sendiri.

"Kita udah sampai." ucap Alzan.

Safina menatap sekitar, "ini rumah siapa, kak? "

"Rumah kita."

Safina mengernyitkan dahinya karena tidak nyangka. "Beneran kak?"

"Iya, ini rumah saya dan itu artinya rumah ini rumah kamu juga."

Beradanya Safina didalam rumah barunya ia menunggu kepulangan Alzan, karena setelah tadi mereka sampai,Alzan izin untuk melakukan sholat ashar di masjid, saat menunggu Alzan Safina menggigiti kukunya cemas. Tapi Safina kembali berdiri karena ia bersyukur memiliki sedikit waktu untuk bersiap-siap sebelum Alzan pulang dari masjid. Safina merasa canggung sekali dan ia memilih untuk berkeliling melihat rumah barunya yang memiliki dua lantai, namun ukurannya tidak terlalu besar, nyaman lah untuk ditinggali dua orang. Saat Safina sedang fokus melihat sekitar rumahnya, tiba-tiba sebuah klakson mobil terdengar nyaring di depan rumahnya. Seketika jantungnya seperti di ombang-ambing.

"Assalamu'alaikum"

Safina berlari kecil untuk membukakan pintu.

"Wa'alaikumussalam."

Alzan tersenyum canggung ketika melihat istrinya membukakan pintu. Alzan langsung mendudukan punggungnya di sofa sambil mengipas-ngipasi dirinya dengan majalah yang tergeletak diatas meja. Saking panasnya hawa sore ini sampai-sampai dinginya AC tak terasa, Alzan melirik Safina yang berdiri mengahadap ke jendela, sebenarnya Safina memandangi area sekitar diluar rumahnya karena ia tak ingin berkontak mata dengan Alzan saja.

Safina, nggak pegel berdiri disitu?"

"Nggak kok, sahut Safina tanpa menoleh.

" sini duduk dulu."

Terpaksa ia memutar lehernya untuk menanggapi Alzan. "Duduknya dimana?"

"Disofa Safina. Emangnya kamu mau saya pangku?"

Safina berucap dalam dirinya sendiri, ternyata berada diposisi ini jauh lebih menantang ketimbang dimarahi Ayah. "Kalau setiap hari kaya gini, bisa-bisa gue bakal melayang.. " batin Safina.

"Kalo gerah lepas aja jilbabnya," Alzan melihat dahi Safina yang dipenuhi dengan keringat.

"Nggak gerah, kok?"

"Nggak gerah apa malu?"

"Kaka mandi dulu sana." Safina mengalihkan pembicaraan.

Akan tetapi pengalihan pembicaraan itu berhasil membuat Alzan bangkit mengambil handuk kemudian bergegas kedalam kamar mandi. Tapi sebelum Alzan masuk ke kamar mandi Alzan melirik Safina kebelakang yang sedang memperhatikan nya.

"Kamu mau ikut saya mandi, hm? "

"Eh, nggak,nggak, " Safina mengusap wajahnya yang tak sadar sedari tadi memperhatikan Alzan.

"Ya, udah kalau gitu kamu tunggu aja dikamar. " ucap Alzan.

"Iya"

Safina langsung duduk diatas kasur setelah Alzan masuk ke dalam kamar mandi, karena kamar mandinya berada didalam kamar. Safina duduk diatas kasur yang di sembur dinginya AC, karena jujur saja dari tadi ia menahan panas yang menyengat. Sekitar beberapa menit Safina duduk sembari mendinginkan suhu tubuh, ia kembali berjingkat panik karena Alzan memanggilnya dari dalam kamar mandi.

Cinta yang tak terlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang