Pagi ini, Gistara Asha Nameera terbangun dengan perasaan bingung mengingat mimpinya yang terasa sangat nyata. Bukan hanya nyata, tapi seperti sebuah gambaran kejadian yang akan terjadi pada hari ini. Sungguh, baru kali ini Tara bermimpi senyata dan sejelas itu.
Anehnya, ada pria bernama Putra di dalam mimpi Tara dan tiba-tiba, Tara teringat ucapan terakhir pemuda itu setelah selesai presentasi dua hari lalu.
"Sampai ketemu lusa, Mbak Gistara."
Hari ini adalah hari akan dilaksanakannya peninjauan lahan tersebut dan setelah melapor kepada Manager, Tara mendapat tugas untuk ikut mendampingi, bersama Aldo juga. Sungguh, seperti mimpi yang telah diatur sesuai kenyataan.
Selain mimpi yang cukup nyata dan menyeramkan itu, Tara juga mengawali paginya dengan pesan dari sang Adik, Ganesha, yang meminta Tara mentransfer uang ujian prakteknya sebesar lima ratus ribu Rupiah. Tara benci mengawali pagi dengan permasalahan keuangan keluarganya, akan merusak mood Tara selama sehari penuh. Meski pun begitu, Tara tak punya pilihan lain selain mentransfer uang ke Ganesha.
Setelah mentransfer uang ke rekening sang Ibu untuk ujian praktek Ganesha, Tara bergegas ke luar kos, menghampiri ojek daring yang sudah menunggunya sejak lima menit lalu.
Tiba di kantor, Tara sudah disambut oleh Aldo yang sudah mengenakan kaus dan celana cargo santainya untuk melakukan peninjauan lahan. Jadwal peninjauan lahan adalah pukul delapan tiga puluh pagi di lokasi, Tara pergi bersama Aldo dengan titik kumpul di kantor pukul setengah delapan. Ruangan Divisi Bisnis masih sepi, memang kebanyakan baru tiba lima belas menit menjelang jam masuk kantor pukul delapan. Tara pun begitu.
"Mau bawa apa aja, Tar? Dokumen lahan sesuai salinan sertifikat tanah, buku catatan, kamera, alat ukur, payung—,"
"Payung?" Tara mengernyit heran mendengar daftar barang-barang yang hendak dibawa Aldo.
Aldo terkekeh dan mengangguk. "Payung penting, Tar. Selain menghalau hujan, juga menghalau sinar matahari berlebih. Gue juga bawa sunscreen spray buat jaga-jaga."
Tara memutar bola matanya dan tiba-tiba terngingat kejadian pada mimpi buruknya. Telapak kaki Putra, tertancap beling dikarenakan pemuda itu mengenakan sneakers santai dengan alas yang tidak terlalu tebal.
"Bawa safety boots, Do. Bawa lima pasang buat jaga-jaga. Banyak beling sama paku di area lahan. Bahaya kalau pakai alas kaki biasa."
Aldo mengangguk patuh. "Siap, Tar. Gue mintain dulu ke Tim Pembangunan."
Tara mengangguk dan melirik jam yang tergantung di dinding ruangan kerjanya. Menunjukan pukul tujuh empat puluh yang menandakan, sebentar lagi tim Divisinya satu per satu akan tiba.
"Kita berangkat lima menit lagi, ya, Do."
"Oke, Tar. Lo tunggu di mobil aja, gue siapin semuanya dan nanti jemput lo di mobil." Aldo berujar keras sebelum melangkah meninggalkan ruang Divisinya, menuju Divisi Pembangunan untuk meminjam safety boots.
Dari kantor menuju ke lahan, sebenarnya hanya memakan waktu lima belas menit jika tidak macet. Mengingat mereka mengatur jadwal yang bersamaan dengan jam berangkat kantor pegawai kantoran lainnya, sudah dapat dipastikan mereka akan terjebak kemacetan.
"Tar, tadi ketemu Mas Jose. Katanya salam buat lo."
Tiba-tiba saja Aldo memecah keheningan di mobil, membuat Tara yang semula memandangi jalanan di sisi kirinya, menoleh kepada Aldo. Tara memutar bola matanya. "Do, dia udah nikah, by the way."
Aldo terkekeh geli. "Kan, titip salam doang, Tar. Gak ada lain-lain."
Tara melipat tangan di depan dada. "Bingung aja cowok-cowok kantor kita pada begitu. Padahal udah punya pasangan. Gak direspon dibilang sombong dan sok jual mahal, direspon malah dikira gue keganjenan. Jadi, gue harus gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
His G
RomanceBagaimana rasanya memimpikan seseorang yang bahkan tidak pernah kau kenali sebelumnya, lalu seperti ke luar dari mimpi, orang itu hadir dalam hidupmu dengan banyaknya kebetulan-kebetulan tidak masuk akal?