Bagaimana rasanya memimpikan seseorang yang bahkan tidak pernah kau kenali sebelumnya, lalu seperti ke luar dari mimpi, orang itu hadir dalam hidupmu dengan banyaknya kebetulan-kebetulan tidak masuk akal?
Mungkin semua orang akan membelalakan mata jika Gistara Asha Nameera mengaku bahwa selama lebih dari dua puluh delapan tahun hidup, gadis itu belum pernah merasakan yang dinamakan berpacaran. Dekat dengan pria, tentu pernah, tapi tidak ada yang berakhir menjadi pacar Tara. Beberapa pernah hampir—pria itu mengakui punya perasaan kepada Tara dan meminta Tara menjadi pacarnya, tapi Tara menolak cepat dengan alasan sederhana walaupun sangat rumit. Tara tidak pernah percaya diri akan mempunyai pria yang mau menerima dan diterima di keluarganya.
Memang rumit perasaan kalut Tara untuk menerima kehadiran orang baru di hidupnya. Perkataan orang-orang sekitarnya juga tak kalah menyeramkan, bahkan Tara pernah ada di posisi ya, sudah, jika tidak menikah pun tidak apa-apa. Dia hanya mau hidup tenang dan damai, tanpa terlalu banyak yang perlu dipikirkan.
"Mbak Tara, ditunggu di ruang rapat sama Pak Abdul. Diminta ikut bahas kerjasama retail di Blok A."
Tara mengangguk sebelum beranjak dari kursinya, meraih buku catatan dan meraih ponsel yang tiba-tiba menampilkan sebuah notifikasi. Pesan masuk, gambar dan juga keterangann yang membuat Tara tersenyum seketika.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mendarat dengan aman sentosa di Balikpapan.
Tara berhenti sejenak untuk mengetikan balasan.
Have fun!
Setelahnya, Tara melangkah cepat menuju ke ruang rapat dan tanpa sadar diperhatikan oleh rekan-rekan penuh keingintahuan itu.
🍀
Perjalanan ke Ibu Kota Nusantara jelas memakan waktu yang tidak sedikit dan yang paling membuat Putra tidak nyaman tentu saja kehadiran Arsyad. Perwakilan dari Citratama yang berangkat ke Ibu Kota Nusantara adalah Putra, Arsyad dan salah satu sekretaris mereka bernama Bambang. Bambang yang bertugas mengatur jadwal dan administrasi lain selama mereka di Ibu Kota Nusantara.
"Mas, maaf banget. Karena tadi ada delay dikit pesawatnya, biar keburu, kita langsung ketemu sama klien dari ESDM gak apa-apa, ya? Paling cuma satu jam ketemu, makan malam, setelahnya istirahat di kamar hotel masing-masing." Bambang menjelaskan dengan gugup, pria itu duduk di samping supir dan di bangku penumpang ada Putra dan Arsyad yang tidak berbicara sama sekali.
Arsyad yang merespon Bambang cepat. "Oke, Bam. Lo atur aja, besok pagi kita langsung survei ke lokasi, kan?"
Bambang mengangguk kecil. "Iya, Mas. Besok juga didampingi Tim dan kemungkinan nanti Pak Menteri juga ikut besok. Nanti pukul 09.00 WITA kita berangkat dari hotel, saya juga udah minta bantuan resepsionis untuk telepon ke kamar Mas masing-masing pukul 07.00 WITA untuk bersiap. Sengaja saya spare dua jam, sudah termasuk sarapan juga di hotel."
"Oke, Bam. Thanks, ya."
"Sama-sama, Mas."
Perjalanan dari bandara menuju ke tempat pertemuan kembali diisi oleh kesunyian. Putra tidak mengucapkan kalimat apa pun, sibuk menatap sisi kirinya. Menatap jalanan Kalimantan yang ramai walau tidak seramai Jakarta.