23 - Someone Special

367 63 4
                                    

"Aku kurang apa, hah?! Semua yang kamu mau aku berikan dan masih belum cukup, hah?!"

Tangan wanita paruh baya itu meraih barang-barang di sekitarnya, membantingnya dan menimbulkan suara keras di ruangan besar itu. Di seberang sang wanita, ada pria sebaya yang menatapnya tanpa ekspresi apa pun. Terlihat sangat tenang dikala wajah sang wanita tampak kemerahan dan basah oleh keringan serta air mata.

"Cukup, oke? Kita bahas ini nanti. Tenangkan pikiran kamu, oke?"

Lagi, tangan wanita itu meraih piring beling asal dan membantingnya di lantai, pecahan beling itu membuat si pria sempat memejamkan mata sekilas karena suara kerasnya.

"Tenang sampai kapan jika aku tahu suamiku masih seperti ini?! Aku capek!"

"Mari—,"

"Jangan panggil namaku!" Mata si pria melotot tatkala kali ini, si wanita mengambil pisau dan menodongkan kepadanya seraya melangkah mendekat, "Daripada kamu terus begini, apa lebih baik aku ikhlaskan kamu saja pergi?"

Si pria memundurkan langkah kakinya perlahan, dengan tangan yang terulur seakan melindungi diri sendiri, "Cukup, oke? Tenangkan diri kamu. Maria, jangan bercanda."

"Aku capek!"

"Kita bicarakan nanti, oke? Sekarang tenangkan diri kamu. Please."

"Aku kurang apa, hah? Kamu belum jawab pertanyaanku! Aku capek!" Wanita itu menangis keras, melangkah semakin dekat dengan si pria yang mulai terpojokan di dinding.

"Maria—,"

Si wanita tersenyum menyedihkan. "Kalau akhirnya kita gak ditakdirkan bersama, seenggaknya aku gak lihat kamu dengan wanita lain setelah ini. Selamat tinggal, Mas."

Selang beberapa langkah menuju ke si pria paruh baya, sebuah suara keras terdengar bersamaan dengan pria lebih muda yang melangkah cepat menghampiri, meraih pisau tanpa penuh kehati-hatian yang menyebabkan tangannya mengeluarkan darah dan melemparnya cepat.

"Jangan, Bunda!"

🍀

Gistara Asha Nameera terbangun dari tidur lelapnya dengan napas terengah-engah, jantungnya berpacu cepat layaknya seorang pelari yang baru menyelesaikan maratonnya. Tara beranjak dari posisi berbaring, duduk dan mulai meraba nakas di sisi kirinya. Tangan gadis itu meraih sebuah botol minuman, meneguk perlahan sebelum memejamkan mata menyandarkan punggung pada sandaran ranjangnya.

Masih dengan napas terengah-engah, Tara kembali meraba nakas di sebelah kirinya dan kali ini mengambil ponselnya, mendapati jam yang tertera pada layarnya menunjukan pukul satu. Tara menarik napas, menghelanya perlahan dan membuka kunci layar ponselnya. Mata gadis itu melotot mendapati beberapa pemberitahuan di sana, sebagian besar adalah panggilan tak terjawab dari kontak yang dia namai Abiseva Putra Nawasena.

Tara mencelos. Pukul satu yang dimaksud ponselnya bukan pukul satu siang, melainkan pukul satu dini hari yang menandakan gadis itu sudah tertidur nyaris dua belas jam. Tara kembali mengatur pernapasannya sebelum membaca pesan terakhir yang Abi kirimkan kepadanya.

Selamat istirahat, Gee. Aku udah di Apart.

Pesan itu dikirimkan Abi sekitar lima belas menit lalu, yang membuat Tara buru-buru menghubungi kembali kontak itu. Panggilan masih dalam mode berdering selama beberapa saat sebelum suara berat Abi terdengar dan sedikit meredakan kegelisahan seketika Tara.

His GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang