Hari ini, Tara tidak pergi ke kantor karena harus pulang ke rumahnya di Bogor setelah mendapat pesan jika sang Adik mengalami kecelakaan motor. Tara membayangkan Ganesha berbaring di ranjang ruangan unit gawat darurat sebuah rumah sakit, dengan banyak luka di sekujur tubuhnya. Nyatanya, Adiknya itu berada di rumah, masih bisa makan dengan tangan sendiri dan hanya mengalami sedikit luka pada lutut dan sikunya. Selebihnya, dia terlihat baik-baik saja.
"Kirain lo sekarat, makanya gue pulang ke rumah," Tara menyindir keras sang Adik yang duduk di sofa ruang tamu, tangannya terlihat tidak terluka parah, tapi sang Ibu menyuapi pria berusia dua puluh satu tahun itu dan melotot kepada Tara.
"Mulut kamu dijaga, Tara. Alhamdulillah Adikmu ini selamat dan gak luka parah. Motornya yang rusak, dibawa bengkel Ayahmu."
Tara menarik napas, menghelanya perlahan. "Ya udah, biarin." Gadis itu melangkah, duduk sisi kosong sebelah sang Adik, menatapnya sinis, "Ibu tahu sendiri jagoan ini kalau ngendarain motor udah berasa cuma ada dia di jalan. Pengendara lain, minggir pas dia lewat."
Ganesha baru hendak membalas Tara, namun sang Ibu menepuk lengannya pelan seraya bangkit berdiri dan memberikan piring makan kepada pemuda itu, "Kamu makan sendiri. Tara, Ibu mau bicara."
Gadis itu diam sejenak sebelum bangkit berdiri mengikuti sang Ibu ke kamar tidur Tara dulu. Kamar yang menjadi tempat Tara bertumbuh kembang. Kamar tempat bersejarah untuk Tara.
Ibu duduk di tepi sofa dan meminta Tara duduk di sebelahnya. Mereka terdiam untuk beberapa saat sebelum sang Ibu memecah keheningan, "Tara tahu, kan, Ibu sayang dengan Tara dan mau mengusahakan yang terbaik untuk Tara? Ibu selama ini berjuang membesarkan Tara, jiwa raga untuk mencari nafkah supaya Tara hidup lebih baik?"
Gadis berambut panjang itu memejamkan mata, menyesali kepulangannya ke Bogor untuk sesuatu yang Tara tahu ke mana arah pembicarannya.
"Kemarin, Ibu ada pinjam tetangga untuk ongkos kuliah Ganesha dan Ibu janji untuk melunasi hari ini, Tar. Boleh pinjam uang kamu dulu? Lima ratus ribu, nanti kamu potong saja uang bulanan Ibu."
Mata Tara berair seketika. Bayangkan kau bekerja dan hampir sebagian besar uang hasil kerja kerasmu harus dihabiskan untuk menanggung keuangan keluargamu. Bukannya Tara perhitungan, hanya saja benci dengan tabiat orang tua, Kakak dan Adiknya. Bahkan mereka dengan seenaknya melimpahkan semua masalah keluarga kepada Tara, tanpa mencoba menyelesaikan sendiri.
"Tara udah transfer uang bulanan untuk Ganesha, Bu. Kenapa Ibu harus pinjam uang tetangga lagi?"
"Katanya Ganesha, dia udah WhatsApp kamu dan kasih tahu kalau motornya rusak. Dia servis dengan uang bulanan itu karena kamu gak respon. Ibu dan Ayah lagi gak ada uang."
"Ibu pun tahu. Tiap bulan Tara bayar hutang Ayah Ibu, Tara transfer uang bulanan ke Ayah Ibu, Tara transfer biaya sekolah dan ongkos ke Ganesha dan Ibu bahkan tahu, Tara harus bayar kos, Bu." Tara berujar panjang lebar, "Motor yang Ganesha pakai juga motor Tara, diongkos bulanan Ganesha bahkan Tara udah perhitungkan untuk beli bensin dan servis bulanan. Di uang bulanan untuk Ayah dan Ibu pun, Tara selalu lebihkan. Secara gak langsung, Tara harap kalian juga punya sisihan uang untuk peristiwa darurat seperti ini. Kenapa harus pinjam hubungi Tara atau pinjam tetangga lagi, Bu?"
Sang Ibu diam sejenak, menundukan kepala sebelum berkelit, "Minggu lalu Kakakmu berantem sama suaminya dan pinjam uang Ibu untuk beli susu anaknya."
Tara memutar bola matanya. "Itu urusan Kakak. Dia udah dewasa dan dia yang memilih hidup susah dengan suami pilihannya. Kenapa dia harus minta-minta lagi ke Ibu?"
"Tara, udah, ya? Gak usah dibahas lagi. Setelah kamu lunasi pinjaman ini, kamu potong saja uang bulanan Ibu atau Ayah."
Tara menggeleng, "Tara bukan perhitungan sama orang tua, Bu, tapi tolong Ibu sama Ayah juga juga memperhatikan hidup Tara. Kakak udah berkeluarga, Ganesha pun udah besar dan seharusnya udah punya pikiran untuk cari uang sendiri. Ibu dan Ayah selalu berempati dan mau membantu permasalahan Kakak dan Ganesha yang seharusnya udah bisa mereka tanggung sendiri. Nyatanya, Ibu dan Ayah ngelempar permasalahan mereka ke Tara. Selalu Tara. Kalau Tara punya masalah, kalian gak pernah sekali pun ada untuk bantu Tara."
KAMU SEDANG MEMBACA
His G
عاطفيةBagaimana rasanya memimpikan seseorang yang bahkan tidak pernah kau kenali sebelumnya, lalu seperti ke luar dari mimpi, orang itu hadir dalam hidupmu dengan banyaknya kebetulan-kebetulan tidak masuk akal?