15 - Obrolan Pertama

335 64 9
                                    

"Kamu hati-hati, ya? Pakai pelindung kepala, please. Hati-hati banget. Jangan jauh-jauh dari rombongan. Please, banget."

Abiseva Putra Nawasena benar-benar dibuat tunduk oleh perkataan Gistara Asha Nameera semalam, setelah mereka berbincang-bincang melalui telepon sekitar dua jam lamanya. Gadis itu mengingatkan Putra—ah, dia sudah mempersilakan Tara memanggilnya Abi sekarang—beberapa kali untuk berhati-hati dan membuat Abi berjanji akan hal itu.

Bahkan dalam perjalanan menuju ke lokasi, Abi sudah mendapat pesan kembali dari kontak yang dinamainya G, dengan isi pesan yang sama seperti semalam.

Safety tools diperhatiin, ya? Apalagi pelindung kepala sama boots. Jangan misah-misah rombongan juga. Have a good day!

Ah, rasanya seperti mendapat energi tambahan ketika membaca pesan itu dan senyuman di bibir Abi jelas-jelas memberikan banyak pertanyaan di kepala Arsyad yang duduk di sebelahnya.

Tak lama, mobil sewaan yang mereka tumpangi tiba di lokasi site gedung Kementerian ESDM yang masih terlihat dalam proses pekerjaan. Bangunan sepertinya sudah terbangun lebih dari lima puluh persen, diprediksikan kurang dari enam bulan sudah selesai dan bisa ditempati.

Tiba di site, mereka disambut oleh Pak Kamil, seorang pegawai Kementerian ESDM yang bertugas sebagai pimpinan proyek yang semalam juga telah memberi penjelasan awal kepada mereka.

"Selamat pagi, Mas Arsyad dan Mas Abiseva. Mohon maaf sebelumnya. Tapi sepertinya Pak Menteri baru bisa datang sekitar setelah jam makan siang. Ada meeting dadakan dengan Pak Bas. Saya mau ajak kalian melanjutkan diskusi kita. Gak apa-apa, kan, kalau tempatnya rada panas? Maklum, Mas. Masih proses pembangunan."

"Gak apa-apa, Pak. Kami ngikut aja." Arsyad yang menjawab.

"Monggo, Mas. Ikuti saya, ya."

Pak Kamil memimpin langkah memasuki bangunan setengah jadi itu, langkahnya berhenti di salah satu ruangan yang masih baru dan tampak lebih rapih dari pada lainnya. Ada meja kayu berbentuk lingkaran dan kursi-kursi plastik di sana, ditambah gulungan-gulungan blue print.

"Maaf berantakan, ya, Mas. Kita diskusi sebentar, ya, tambahan masukan dari Pak Menteri via telepon pagi tadi."

Diskusi pun berlanjut hingga ponsel Pak Kamil berdering. Pak Kamil berpamitan untuk mengangkat panggilan, meninggalkan Arsyad, Abi, Bambang dan dua orang tim Pak Kamil di ruangan itu dalam sunyi. Bahkan mereka tidak sadar jika sudah lebih dari satu jam mereka berdiskusi sengit.

"Mas, Pak Menteri sudah tiba. Kita temui sebentar, ya. Silakan pakai helm, rompi dan boots yang ada, ya." Pak Kamil berujar cepat, setelah tak lama kembali dari mengangkat panggilan.

Setelah mengenakan perlengkapan keamanan, mereka menemui Pak Menteri dimaksud, menyapa dan berbincang sejenak sebelum menemani Pak Menteri untuk berkeliling bangunan setengah jadi itu. Pak Kamil, Arsyad dan Abi melangkah di belakang Pak Menteri yang didampingi oleh atasan Pak Kamil.

"Mas Arsyad pasti lebih paham, lah, ya, mengenai interior. Mas Putra juga punya selera yang bagus buat tata letaknya, jadi saya percayakan sepenuhnya kepada Citratama. Saya percaya kualitas pekerjaan kalian sangat baik." Pak Kami  menepuk bahu Putra dan Arsyad bergantian, "Saya juga sudah info ke Bapak, beliau sangat setuju dan minta Mas-Mas segera mendaftar di situs pengadaan kami."

His GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang