12 - Mental Health

327 67 10
                                    

Pertama kali dalam hidupnya, Tara menantikan jam pulang kantor sambil sesekali melihat ke arah jam dinding yang diletakan di atas pintu ruangan Manajer. Setelah melihat jarum keemasan jam dinding lingkaran dengan dasar hitam itu belum juga menunjuk ke angka lima dan dua belas, gadis itu menghela napas dan jelas saja, semua menangkap kejadian langka itu. Tara yang biasanya paling masa bodo akan waktu, tiba-tiba sepeduli itu akan waktu.

"Tara, you good?"

Tara mengerjap menyadari pertanyaan itu, dia menoleh dan Ayu sedang memicingkan mata kepadanya. Tak hanya Ayu, Desi dan Aldo juga menatapnya tajam, seakan mengaminkan pertanyaan penuh kecurigaan Ayu.

Gadis berambut panjang itu mengangguk. "Gak apa-apa. Sehat, kok."

"Lo ada janji, kah? Sedari tadi gelisah lihat jam. Atau ada yang kelewat?" Kini, Aldo yang bertanya khawatir.

Buru-buru Tara menggeleng. "Enggak, gak apa-apa.  Iseng lihat aja," Tara nyengir kuda, kemudian berusaha kembali fokus dengan layar kerjanya dan berpikir untuk tidak lagi melihat jam dinding di atas ruangan kerja Manajer.

Kini, Tara menunggu waktu sambil melihat jam digital yang ada di layar laptopnya. Menunggu dengan penuh kesabaran sebelum tersenyum lebar saat jam menunjukan pukul lima sore. Ketiga rekan kerjanya masih memperhatikan gadis itu, menangkap keanehan Tara yang mengambil ponsel dan tampak mengetikan sesuatu.

Pemandangan yang sangat langka melihat Tara tampak bersemangat melakukan sesuatu. Tara dengan positive vibes yang melakukan sesuatu dengan ceria dan positif, tapi tidak pernah terlihat sebersemangat sore ini.

Presentasiku dipakai dan lancar. Alhamdulillah, gak lembur.

Tara menunggu balasan dari Putra, sesekali menatap jam di dinding yang kian berlalu, hingga logika menghampiri gadis itu dan membuatnya menggeleng-gelengkan kepala, agar sadar. Lima belas menit berlalu, pesannya tak kunjung dibalas. Gadis itu merapikan perlengkapan kerja sebelum meraih tas dan bangkit berdiri dari kursi. Ditatapnya satu per satu pegawai yang memang memperhatikannya dengan bingung.

"Duluan, ya. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Perubahan aura Tara yang teramat cepat itu diamati dengan penuh pertanyaan oleh Desi, Aldo dan Ayu.

Tara tahu ini bodoh, tapi hingga tiba di kosan, mandi dan bersiap untuk tidur di pukul 21.00 WIB, gadis itu masih menatap layar ponselnya menunggu balasan yang diharapkan dapat datang secepat mungkin. Sudah hampir lima jam berlalu dan gadis itu melotot, mengganti posisinya menjadi duduk ketika mendapati balasan pesan yang sangat dinantikannya.

Tentu saja dari Abiseva Putra Nawasena.

Alhamdulillah. Udah pulang?

Tangan Tara menahan agar tidak mengirimkan balasan secepat mungkin. Tara juga seperti gadis-gadis pada umumnya, harus jual mahal dan tidak terlalu memberi angin-angin harapan kepada seorang pria. Lagi pula, jika pria itu suka, bukankah dia yang akan mengejar?

Pesan dari Putra masuk ke ponselnya pulul 21.03 WIB, Tara menunggu lima belas menit sebelum mengetikan balasan untuk Putra dan menekan tombol pesawat kertas tepat pukul 21.20 WIB.

Udahan.

Sesaat setelah mengirimkan balasan itu, Tara menyesali apa yang dia ketik. Sesingkat itu, setelah menunggu balasan berjam-jam, dengan mudahnya dia memutus percakapan dengan satu kata yang sudah pasti terkesan convo killer itu.

His GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang