16 - Soto Banjar

389 66 13
                                    

Hai, aku udah landing di Jakarta. Gimana kalau kita makan malam di Nawasena?

Tara tersenyum tipis membaca pesan masuk tersebut, dari seseorang yang tiga jam lalu mengabari jika dia sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Setelah hampir seminggu menghabiskan waktu di luar pulau Jawa tersebut. Tanpa ada keraguan, Tara membalas cepat pesan itu.

Boleh. Ketemu pukul 7 di sana?

Balasan dari Abiseva juga sangat cepat setelah Tara membalas.

See you there, Tara!

Tanpa membalas pesan itu dan hanya menatap latar ponselnya dengan senyuman di bibir, Tara mulai mengerjakan kembali pekerjaan yang ada di layar laptopnya, sesekali sambil bernyanyi kecil tanpa sadar jika tingkah lakunya beberapa hari belakangan benar-benar membuat banyak orang bertanya-tanya.

Jam makan siang datang, Tara diajak makan siang bersama Aldo dan Ayu, di sebuah restoran Jepang yang terletak tak jauh dari kantor. Ayu yang menemukan restoran ini, setelah berselancar di TikTok tatkala tidak memiliki pekerjaan atau sedang santai di rumah.

"Mohon ditunggu lima belas menit ya," si Pelayan berujar sopan sebelum melangkah melanjutkan pekerjaannya melayani pelanggan lain, setelah selesai mencatat pesanan makan mereka yang Ayu sebutkan satu per satu dengan rinci.

"Restoran ini baru banget dan belum viral banget, jadinya gue ajak ke sini. Kalau viral males banget gak, sih, makan aja harus antri?"

Aldo mengangguk setuju. "Gue ngikut aja, Yu. Biasanya pilihan makan lo gak pernah salah, selalu enak walaupun sumber informasinya dari TikTok."

Ayu memutar bola matanya. "Walau dari TikTok, gue juga milih-milih, makanya jarang gagal."

"Siap, Bu Ayu."

"Jadi, gimana, nih, Bu Tara?" Ayu memperbaiki posisi duduknya, sedikit memajukan tubuh dan bertopang dagu dengan tangan di atas meja. Matanya menatap lekat Tara, menggoda, "Akhir-akhir ini, kayaknya sering banget cek HP. Kayak nunggu banget pesan dari seseorang dan pesannya itu mempengaruhi mood kerja Bu Tara."

Tara diam sejenak, beralih dari Ayu ke Aldo yang kini memasang gaya yang sama dengan Ayu. Tara menarik napas, menghelanya perlahan. "Gak gimana-gimana, Yu. Masih hidup gini-gini aja."

Aldo mendengus. "Jangan bohong, Tar. Gue tahu, lo pasti lagi deket sama seseorang, kan? Kebaca banget. Kayaknya lo lagi jatuh cinta."

Rasanya pipi Tara memanas mendengar ucapan Aldo tersebut. "Apa, sih, Do. Biasa aja. Gue gak deket gimana-gimana sama seseorang. Biasa aja."

"Kan, bener. Lo lihat tuh, Yu. Lagi jatuh cinta sohib kita ini."

Aldo melipat tangan di depan dada, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sebelum beralih kepada Ayu yang mengangguk setuju. "Tara, Tara. Ini pertama kali selama kita sekantor, gue lihat lo kayak gini. Lo beneran lagi suka sama seseorang dan gak mau kasih tahu kita?"

Tara memutar bola matanya. "Enggak, kok. Gue gak lagi jatuh cinta atau suka sama seseorang. Ya, lagi dekat aja, senang. Kayak lagi punya teman cerita." Tara membela diri dengan cepat.

"Siapakah laki-laki beruntung itu?" Aldo berujar dengan nada seperti pembawa acara kuis di televisi.

Tara hanya diam, membungkam mulutnya, namun Aldo tersenyum menggoda sebelum lanjut berkata, "A. Mas Sandi?"

Tara melotot. "Astaga. Sama sekali enggak, Do. Gue gak suka sama mas Sandi, kan lo tahu sendiri dia bau badan."

Tawa Ayu dan Aldo pecah mendengar jawaban polos Tara. Tapi memang dia berkata sesuai fakta, sih. Seisi kantor juga tahu seberapa bau tubuh Sandi, salah satu Supervisor Divisi IT. Bahkan dia pernah disindir dengan beberapa kali dibelikan deodoran untuk satu Divisi, tapi kepercayaan diri pria itu terlalu tinggi dan tidak sadar akan sindiran tersebut. Bahkan, Sandi juga terlalu percaya diri untuk kerapkali mengajak Tara makan di luar—tentu saja Tara punya seribu satu alasan untuk menolak.

His GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang