BEGIN AGAIN

667 79 4
                                    






Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!

















Rasa bahagia di dada begitu nyata.

Begitu pun rasa sakitnya, terasa nyata apa adanya.

Semua yang terasa nyata ini adalah mimpi semata. Tapi kenapa rasa sakitnya begitu menusuk?

Pernahkah Kau terbangun dari tidur dengan degub kencang juga keringat dingin? Tapi setelah sadar, oh... ternyata hanya mimipi.

Apa ini mimpi di dalam mimpi?
Tapi rasanya terlalu nyata untuk di katakan sebagai mimpi.

Ataukah harapan di dalam kenyataan?
Harapan yang tak akan pernah jadi kenyataan.

Sentuhannya begitu terasa nyata.
Itu yang membuat JiMin tersenyum getir.

Suaranya terus terngiang bagai lonceng.
Itu yang kerap membuat JiMin menutup telinganya.

Senyumannya terus terpatri di dalam pikiran.
Itu yang membuat JiMin menjerit sakit.

Namanya selalu terucap.
Itu yang membuat JiMin menangis pilu.

Semua mimpi yang telah ia alami begitu terasa nyata. Benar- benar terasa nyata, hingga membuatnya nyaris gila, tak bisa membedakan kenyataan dan mimpi atau khayalannya saja.











"Sudah berapa lama JiMin seperti itu?"

Yuta memperhatikan JiMin yang duduk di depan TV yang menyala, tapi tatapannya kosong. Terkadang JiMin akan tertawa tanpa sebab, setelah itu menangis tersedu.

Aeri menghela nafas, "Semenjak dia datang ke cafe bulan lalu dengan penampilan memprihatinkan."

Kakak beradik sepupu itu menghela nafas bersamaan, mereka hanya bisa memandangi punggung JiMin dari dapur.

JiMin memang tinggal bersama Aeri, sang sahabat yang merangkap boss-nya, memaksa JiMin untuk tinggal bersamanya. Tentu saja karena Aeri merasa khawatir, bagaimana tidak khawatir, kalau kondisi JiMin sendiri begitu menyedihkan, mendekati gila mungkin.

Kewarasannya bagai terkikis setiap harinya.

"Kamu sudah tanya dia, kenapa bisa sampai seperti itu?"

Aeri menghela nafas lelah, "Tiap kali di tanya, JiMin selalu menyebut Winter?"

"Apa itu Winter? Musim dingin?"

"Katanya seorang gadis berkulit sangat putih dan berambut merah." Jawab Aeri.

"Itu manusia atau hantu?" Bulu kuduk Yuta meremang.

"Entahlah. Mungkin... karena hidup terlampau miskin, pendidikan yang tidak selesai, juga terlalu lama sendiri..."

"Maksudmu, JiMin jadi gila karena terlalu miskin?" Tanya asal Yuta.

Aeri mengangguk lesu, bisa jadi itu benar 'kan?

Aeri kembali memandangi JiMin yang sekarang sedang meremat rambutnya sendiri.

















Sudah berapa kali Aeri memperingati sahabatnya itu, untuk tak memasuki club di mana JaeMin bekerja. Sudah jelas kalau pria brengsek itu akan selalu menggodanya.

Seperti saat ini, juga beberapa malam sebelumnya, JiMin selalu memasuki club itu. JiMin benar- benar berubah, menjadi pribadi yang acuh pada apapun. JiMin seolah menyerah pada hidupnya.

Tiap kali datang ke club di mana JaeMin bekerja, dia selalu mengambil duduk di pojok. Menghamburkan uang untuk di habiskan membeli alkohol, pulang jika sudah memastikan Winter tidak di sana.

PYGMALION : WINTER (WINRINA) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang