4

274 50 1
                                    

Setelah menanyakan dimana letak kamar Seulgi pada perawat di meja informasi, Gyuri bergegas masuk.

"Seulgi.." kata Gyuri berjalan mendekat ke ranjang. Seulgi yang sedang tidur menyamping akhirnya menoleh dan mencoba untuk bangun.

"Gwenchana?" tanya Gyuri seraya mengusap pipi Seulgi.

"Gwenchana, hanya sedikit perih di belakang sini" jawab Seulgi tersenyum.

"Noona datang sendiri? Tidak bekerja?" lanjut Seulgi bertanya.

"Dengan sekretaris Kim, dia menunggu di bawah, dan aku bebas bekerja kapanpun aku mau" jawab Gyuri mengecup ujung hidung Seulgi. Seulgi hanya tersenyum menerima perlakuan Gyuri. Sejujurnya, selain Wendy, Gyuri juga merupakan salah satu orang yang membuatnya merasa nyaman.

"Kenapa kau menerobos masuk untuk menolong anak itu sementara kau tau itu bisa membahayakanmu?" tanya Gyuri tanpa menghentikan usapan tangannya.

"Geunyang..." jawab Seulgi.

"Geunyang mwo?" balas Gyuri.

"Geunyang... molla" jawab Seulgi tersenyum tipis. Entahlah, dia sendiri tidak tahu alasannya kenapa dia rela menolong seseorang yang bahkan tidak dia kenal. Sejak kepergian ayahnya, Seulgi berubah menjadi pribadi yang dingin dan tidak peduli pada orang lain. Bahkan Wendy sebagai sahabatnya hampir menyerah saat itu karena Seulgi seperti orang yang tidak dia kenal sebelumnya.

"Karena kau orang yang sangat baik, Seulgi. Kau punya hati yang baik. Kau hanya lupa caranya mencairkan bagian hatimu yang beku" kata Gyuri tersenyum lembut menatap Seulgi penuh kasih sayang. Perlahan tatapan Gyuri turun ke bibir tipis Seulgi. Wajah mereka semakin mendekat dan menutup mata lalu mereka mulai berciuman, dengan sedikit lumatan.

"Irene noona!"

Mendengar suara dari luar kamarnya, Seulgi lebih dulu membuka mata dan segera menyudahi sesi ciuman tersebut. Beruntung Gyuri tidak menyadari hal itu. Setelah itu Seulgi menanyakan beberapa hal pada Gyuri, dan Gyuri juga memotongi buah untuk Seulgi dan menyuapinya.

======================================

"Yha! Kenapa berteriak kau mengagetkanku pabo!" kata Irene berbisik pada Sungjae setelah menariknya menjauh dari depan kamar Seulgi.

"Waeee? Apa yang noona lihat? Noona terlihat seperti penguntit yang sedang mengintip" kata Sungjae ikut memelankan suaranya dan mendapat pukulan di kepalanya.

"Aaww! Yha kenapa memukulku! Lagipula kenapa noona berbisik sejak tadi?" protes Sungjae.

"Dan kau kenapa berteriak di rumah sakit? Kau mau mendapatkan hukuman karena mengganggu ketenangan pasien?" protes balik Irene dengan ekspresi sedikit menakuti Sungjae.

"Anni. Jeosonghamnida" kata Sungjae sambil membungkuk meminta maaf.

"Geundae, sebenarnya apa yang noona lihat? Bukankah itu kamar Kang Seulgi-ssi?" selidik Sungjae masih kekeh karena belum mendapatkan jawaban.

"Eh..uh..itu..anni.. aku hanya melihat apakah Seulgi-ssi bangun atau tidur karena ini waktunya mengoleskan salep dan mengganti perbannya.. ya..ya seperti itu" jawab Irene sedikit terbata karena harus berbohong mencari alasan agar Sungjae tidak semakin banyak bertanya.

"Ah begitu ternyata, aku kira noona memang sengaja sedang mengintip hehe.." cengir Sungjae.

"Sudahlah, sana kembali bekerja dan jangan berisik atau kuadukan kau pada kepala perawat Lee!" kata Irene menyudahi perdebatannya dengan Sungjae dan segera bergegas menuju ke ruangan dokter Oh.

======================================

Satu jam sebelum shiftnya berakhir, Irene hendak menyelesaikan tugas terakhirnya, mengganti perban Seulgi. Sejak kejadian yang dia lihat siang tadi, Irene sedikit merasa terganggu dengan pikirannya sendiri. Entah apa yang dia rasakan, yang jelas dia merasa harus bersikap profesional sebagai perawat. Setelah menghela napas, Irene akhirnya berjalan ke ruang rawat Seulgi dan masuk ke dalam. Saat sudah berada di dalam, matanya langsung bertemu tatap dengan Seulgi yang juga sedang menatapnya. Sekilas membuang pandangan, Irene berjalan mendekat ke ranjang.

Heal MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang