Seven-Hate

50 25 1
                                    

Dilla

"Dasar lelaki brengsek!" maki Brenda.

Aku menyeka air mataku yang mengalir saat menceritakan masa laluku.

"Aku ingin sekali menghajarnya. Bisa-bisanya dia berkata itu padamu!" geram Brenda.

Wajah Brenda sekarang memerah karena menahan amarah. Aku tak tahu Brenda akan semarah ini mendengar ceritaku. Aku merasa dia mengerti perasaanku saat itu.

"Jika bertemu lagi dengannya aku akan langsung meninjunya!" Ucap Brenda bersungguh-sungguh.

Aku sedikit tertawa mendengarnya. Aku rasa jika Brenda melakukan itu, dia akan langsung diseret petugas keamanan karena menyerang orang tanpa dasar.

"Aku sudah meninjunya," ucapku.

Brenda melihat ke arahku lalu tersenyum lebar dan memberikan kedua jempol tangannya di hadapanku.

"Itu baru sahabatku!"

"Kau tak perlu khawatir lagi, Dil. Aku di sini akan menjagamu dari pria tak tahu diri itu," lanjut Brenda.

"Aku sudah hampir melupakan semuanya hingga dia datang lagi padaku. Kecemasanku naik dan rasa panikku kambuh saat itu," ungkapku.

Brenda memandangku dengan sendu.

"Itu alasannya kau berteriak kencang di ruang musik saat itu?"

Aku mengangguk.

"Maafkan aku yang memaksamu saat itu," ucap Brenda sendu.

Aku menepuk pelan punggung tangannya.

"Itu bukan salahmu. Aku rasa dia menemukanku di sini. Aku yakin Pak Rudi sudah menyembunyikanku dengan baik."

"Pak Rudi yang menyembunyikanmu selama ini?" Tanya Brenda penasaran.

"Ya. Setelah kejadian itu, Pak Rudi yang merawatku dan aku memintanya untuk menyembunyikanku dari keluarga Santoso. Saat itu aku sudah tak bisa percaya lagi dengan keluarga mereka. Pak Rudi membawaku ke Jogja lalu mendaftarkanku di sini dan menyuruhku untuk hidup dengan baik selama di sini," jelasku.

"Pak Rudi membuat keputusan yang tepat. Aku jadi bisa bertemu denganmu di sini dan kau menjadi sahabatku," seru Brenda senang.

"Ayo kita hadapi bersama-sama pria itu. Aku pastikan dia tak akan bisa menyentuhmu lagi," ucap Brenda penuh semangat.

Aku suka semangat Brenda yang seperti ini. Dia selalu bisa menaikkan mood di segala kondisi. Brenda memang terkenal sebagai mood maker di kampus. Dia selalu membuat semua orang kembali bersemangat di saat semuanya sudah lelah dengan kegiatan mereka.

"Ah aku baru ingat! Kenapa kau tak menanyakan ke Pak Rudi saja alasan orang itu bisa menemukanmu? Aku rasa Pak Rudi akan mencari tahu tentang itu," usul Brenda.

"Kau benar juga. Aku akan menghubungi Pak Rudi"

***

Aku duduk disalah satu kafe di mana aku akan bertemu dengan Pak Rudi. Setelah aku menghubungi beliau, beliau ingin bertemu langsung denganku dan secara cepat memesan tiket penerbangan ke Jogja. Aku tak mengharapkan Pak Rudi untuk datang kesini. Melalui telepon pun tak masalah bagiku. Kata Pak Rudi, beliau ingin bertemu denganku secara langsung karena sudah lama tak mengunjungiku.

Pak Rudi dulu cukup sering mengunjungiku di Jogja. Namun, pekerjaan yang menumpuk membuat Pak Rudi tak bisa sesering dulu. Aku juga menyadari jika Pak Rudi bukan orang yang luang untuk bolak-balik Jakarta-Jogja. Aku sudah sangat bersyukur Pak Rudi membantuku mengelola perusahaan milik keluarga Adiwilaga. Aku sendiri tak terlalu tertarik untuk meneruskan bisnis itu. Sedari awal orang tuaku maupun kakek-nenekku tak pernah memaksaku untuk melanjutkan bisnis mereka. Mereka selalu mendahulukan apa yang aku suka dibandingkan memaksaku untuk melakukan yang mereka inginkan.

HATRED (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang