Seventeen-Hate

40 22 4
                                    

Dilla

Sudah seminggu sejak aku diperbolehkan pulang. Aku kembali ke aktivitasku semula. Aku kembali kuliah dan melanjutkan proyek drama musikal. Walaupun aku tak mengikuti perkuliahan dan proyek lebih dari dua minggu, semua bisa memakluminya. Pak Rudi sudah membicarakannya pada pihak kampus dan meminta untuk menutupi semua kejadian yang ada.

Keluarga Santoso juga membantu untuk menghalau berita kejadian malam itu. Mereka bisa membungkam semua media lokal dan nasional untuk tidak meliputnya. Mereka juga tutup mulut terkait luka yang dialami oleh pewaris utamanya. Entah bagaimana pihak media mengetahui kejadian itu, yang pasti keluarga Santoso dengan seluruh kekuasaannya mampu menutupinya.

Anak-anak kampus juga tak tahu tentang kejadian itu. Mereka hanya mengetahui aku tidak masuk karena sakit dan butuh waktu untuk rehabilitasi. Hanya Brenda yang tahu dan dia selalu menjengukku disela-sela jadwal sibuknya di kampus dan drama musikal.

Brenda bercerita jika progres drama musikal berjalan dengan lancar. Tim komposer juga hampir rampung menyelesaikan musik mereka yang nantinya akan digunakan untuk latihan bersama. Kak Bayu sempat mengirimiku pesan menanyakan kabarku. Saat itu aku tak membalasnya. Pak Rudi memintaku untuk tidak aktif dengan semua media sosial hingga keluarga Santoso bisa menghalau seluruh berita dan sumber informasi.

Aku hanya mengikuti saja apa yang diminta Pak Rudi. Mungkin beliau berhubungan langsung dengan keluarga Santoso untuk menyelesaikan semuanya. Aku memang meminta beliau untuk mewakiliku menyelesaikan semua hal yang belum selesai. Aku sama sekali tak tertarik untuk bertemu dengan siapa pun selama aku di rawat di rumah sakit.

Aku sama sekali tak menjenguk Nes meskipun aku tahu jika dia sudah sadar. Aku hanya bertemu dengan ibunya, tante Herlina. Beliau meminta maaf atas apa yang terjadi padaku. Aku tak mengerti kenapa tante begitu terobsesi dengan kata maaf dariku. Seingatku, tante Herlina tak berbuat salah padaku. Jadi aku tak mengerti kenapa beliau meminta maaf. Walaupun tante Herlina meminta maaf atas perbuatan keluarganya, menurutku tidak pantas tante Herlina yang mewakilinya. Karena tante Herlina tidak terlibat secara langsung dengan apa yang terjadi.

Aku ingat ayahnya Nes, om Satria ingin menjengukku. Hanya saja aku tak ingin bertemu dengan siapa pun. Pak Rudi yang menolak beliau untuk melihatku. Mungkin konteks yang akan disampaikannya sama dengan apa yang disampaikan oleh tante Herlina. Jadi aku tak perlu mendengarnya dua kali.

Semua terasa berat bagiku tapi aku bisa melaluinya dengan terapi yang harus aku jalani kembali dengan Dokter Juwita. Dokter Juwita adalah dokter yang menangani gangguan mentalku. Beliau tahu semua ceritaku jadi akan lebih mudah baginya untuk memberikan terapi yang pas untukku. Aku harus meminum obat kembali. Sudah lama aku tak meminumnya dan sekarang aku harus melakukannya seperti dulu.

Aku terkejut saat ada yang menepuk bahuku. Aku menoleh dan mendapati Brenda tersenyum cerah menatapku.

"Aku panggil dari tadi kenapa tak menjawab?" ucapnya sedikit merajuk. Aku terkikik pelan.

"Maaf. Aku sedikit termenung," ucapku, sedikit menyesal.

"Apa yang membuatmu sampai termenung begitu?" tanya Brenda melihatku penuh selidik.

"Yah...hanya terpikir ini dan itu," balasku sekenanya.

Sebelum Brenda menanyaiku lebih lanjut, aku menariknya untuk pergi ke auditorium. Hari ini ada latihan bersama. Tim teater akan berlatih di sini dan semua tim yang ada akan melihat dan menyesuaikan dengan tugas mereka masing-masing.

Tim komposer tentu harus menyaksikan dan menyesuaikan dengan lagu yang akan kami bawakan. Kami tak melakukan apa-apa hanya menandai setiap adegan untuk menyesuaikan lagunya.

HATRED (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang