Narendra
Aku begitu lelah sekali hari ini. Besok aku harus kembali ke Jakarta karena masih banyak yang harus diurus di sana. Mahes juga sudah terlalu banyak mengoceh karena pekerjaannya jadi terbengkalai karena mengikutiku ke Jogja. Aku sendiri tak memintanya ikut, dia sendiri yang ingin ikut denganku.
Setelah meeting yang melelahkan, Mahes membawaku ke sebuah kafe yang baru saja dia temukan kemarin. Entah dari mana dia mengetahui tempat ini tapi dia sudah antusias sekali. Katanya kopi di sini enak dan cocok untuk lidahnya. Aku diminta untuk mencobanya karena selera kopi kami sama.
Mahes membuka pintu kafe itu. "Udah gue bilang, tempat ini enak buat nongkrong walaupun kecil."
"Gimana lo bisa nemu tempat begini sih?" Aku berjalan malas mengikuti Mahes.
Aku melihat sekeliling dan terkejut melihat Fara dan Pak Rudi disalah satu bangku.
"Pak Rudi?" kataku.
Pak Rudi berdiri dan menyambutku dan Mahes.
"Halo, Rendra, Mahes"
Aku menoleh ke arah Fara. Dia langsung memalingkan wajahnya begitu melihatku. Aku berusaha untuk bersikap datar dan tak kecewa. Aku tahu dia akan bersikap seperti itu waktu bertemu denganku.
"Senang berjumpa dengan anda, Pak"
Perhatianku teralihkan saat Mahes menyapa balik Pak Rudi dan menjabat tangannya. Aku melakukan hal yang sama dan mengangguk sebagai sapaan.
"Saya tak menyangka bertemu kalian disini," ucap Pak Rudi setelah melepas jabatan tangan kami.
Aku melirik sekali lagi ke arah Fara yang terlihat gelisah di samping Pak Rudi. Apa dia tak ingin aku berada di dekatnya?
"Apa kami mengganggu anda?" Tanyaku.
Pak Rudi menoleh ke arah Fara dengan tatapan penuh khawatirnya. Aku yakin jika Pak Rudi juga tak enak dengan Fara jika menyambut kami.
"Boleh jika kami bergabung?" Seloroh Mahes tak tahu tempat.
Aku menatap tajam Mahes yang dibalas cengiran khasnya. Pria jangkung satu ini benar-benar tak tahu diri. Tidak bisakah dia melihat atmosfer di sini yang tak menyenangkan? Aku melihat Fara menatap sengit ke arah Mahes. Aku berharap Fara akan menatapku juga. Tak masalah jika dia menatapku dengan pandangan marah atau tak sukanya. Setidaknya dia mau menatapku. Aku jadi iri dengan Mahes. Sialan!
"Bapak bisa ngobrol dengan kolega bapak. Aku ke kampus dulu karena ada hal yang harus aku selesaikan," ucap Fara.
Aku lega bisa mendengar suaranya. Walaupun dia ingin sekali mengusirku dan Mahes dari sini, dia tak sanggup melakukan itu. Dia masih terlalu baik. Aku menyukai sisinya itu.
"Tapi --"
"Tak apa, Pak. Bapak kan di sini beberapa hari jadi kita bisa ketemu lagi nanti," bujuknya.
Aku ingin sekali menahan Fara di sini dan berbicara dengannya. Tapi aku tak bisa memaksanya. Jika aku memaksanya dia pasti akan melarikan diri dan hilang dari pandanganku sekali lagi.
Aku melihat Fara memeluk Pak Rudi kemudian menatap Mahes. Aku menantikan apa yang akan dia lakukan padaku. Namun, aku harus menelan kekecewaan karena Fara sama sekali tak melihatku dan langsung pergi dari kafe. Aku menyembunyikan senyuman getirku saat melihat tubuhnya tak menghilang dari pintu kafe.
"Kasihan sekali Romeo kita dicuekin," ejek Mahes yang aku balas dengan pukulan di bahu.
"Maafkan kami, Pak, sudah mengganggu waktu anda dengan Fara," ucapku penuh sesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
HATRED (TERBIT)
General FictionFaradilla seorang yatim piatu yang tak mempunyai tempat bergantung berhasil keluar dari masa lalu kelamnya yang menorehkan luka teramat dalam di hatinya. Begitu dia bisa menikmati masa kuliahnya di kota Jogja, ujian kembali datang dengan membawa ses...