Dilla
Aku merasakan punggung tanganku ditepuk halus dan suara orang bernyanyi lirih terdengar ditelingaku. Aku membuka mataku perlahan. Pandangan mata yang awalnya buram kini berangsur-angsur membaik dan aku bisa melihat dengan jelas. Aku menoleh ke seseorang yang berada di sampingku dan tersenyum lembut. Aku balas tersenyum. Aku sangat mengenali suara ini dan lagu ini. Dia selalu menyanyikannya saat dia sendiri untuk menghibur diri. Katanya lagu ini menenangkannya dan mungkin bisa menenangkanku.
"Kamu baik?" tanyanya. Aku mengangguk.
Dia mengambil gelas yang berada di meja samping dan membantuku meminum melalui sedotan. Aku menyedot habis air dalam gelas. Tenggorokanku terasa sakit saat aku membuka mata tadi. Mungkin karena aku terlalu banyak berteriak. Semoga tenggorokanku tak sakit lagi.
"Aku dimana?" tanyaku serak. Tenggorokanku masih sakit. Suaraku pun terdengar tak baik.
"Kau di Rumah Sakit. Sementara di sini dulu ya," ucapnya. Aku mengangguk.
Aku memang tak punya tenaga lebih untuk membantah kata-katanya. Biarkan saja dulu seperti ini. Setelah semua tenagaku kembali, aku akan pulang.
"Kau tak kuliah?" tanyaku pelan. Dia menggeleng.
"Aku ingin menemani sahabatku yang merepotkan ini," candanya. Aku tersenyum kecil.
Brenda memang teman terbaikku. Bertemu dengannya hal yang selalu aku syukuri walaupun dia sangat cerewet dan selalu memaksaku melakukan hal yang tak ingin aku lakukan.
"Apa aku mengacaukan audisinya kemarin?" tanyaku penasaran.
Entah sudah berapa lama aku terbaring di sini, aku tak tahu lagi kabar yang terjadi di kampus setelah kejadian itu. Aku butuh informasi untuk mengetahui apa yang terjadi denganku.
"Kau itu luar biasa! Semua memujimu! Bahkan para juri sudah memutuskan untuk menjadikanmu pemeran utamanya."
Aku terkejut. Bagaimana mungkin aku menjadi pemeran utamanya? Aku kan ikut audisi karena disuruh Brenda. Toh, aku memang ingin mengajukan diri sebagai komposer dalam drama musikal itu.
"Bagaimana bisa?"
Brenda memegang tanganku dan tersenyum senang.
"Aktingmu luar biasa. Dosen kita yang sebagai juri juga mengatakan pada juri lain jika kemampuan vokalmu tak diragukan lagi. Jadi, ya, tentu saja kamu langsung lolos."
"Terus kau bagaimana?"
Aku tahu Brenda juga mengincar posisi sebagai pemeran utama. Apalagi dengan kemampuannya dan pengalamannya tentu saja dia patut di rekomendasikan.
"Aku dipilih sebagai pemeran pembantu dari pemeran utama. Kita akan selalu bersama, Dil!"
Aku melihat Brenda sangat senang sekali. Mungkin dia begitu karena bisa terus bersamaku selama latihan.
"Tapi Bree, aku tak mau menjadi pemeran utama. Aku hanya ingin menjadi komposer utama di drama musikal itu," ucapku jujur.
Aku menunduk. Aku tahu pasti Brenda kecewa dengan keputusanku.
"Ish! Kau ini! Tak masalah kamu mau menjadi apa di drama musikal nanti. Aku selalu mendukungmu, Dil!"
Aku menatapnya menahan haru. Brenda memelukku dan aku membalas pelukannya. Ingatkan aku untuk mentraktirnya nanti. Bocah ini biasanya menginginkan sesuatu dariku jika berbuat sejauh ini. Brenda melepaskan pelukannya dan menatapku.
"Kita akan bertemu dengan pelatih setelah kau keluar dari sini. Aku akan menemanimu."
Aku mengangguk setuju. Aku memang tak berniat pada drama musikal itu. Biarkan Brenda yang menjadi pemeran utamanya. Aku hanya ingin tampil dibalik layar dan menciptakan musik yang indah. Brenda terlihat sibuk menyiapkan makanan untukku. Dia sudah memosisikan meja portable di ranjang rawatku dan menata makanan untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATRED (TERBIT)
General FictionFaradilla seorang yatim piatu yang tak mempunyai tempat bergantung berhasil keluar dari masa lalu kelamnya yang menorehkan luka teramat dalam di hatinya. Begitu dia bisa menikmati masa kuliahnya di kota Jogja, ujian kembali datang dengan membawa ses...