Dilla
Pak Rudi melihat ke arahku dengan kebingungan. Aku tahu Pak Rudi merasa tak enak jika dia menolak dua orang ini. Tapi beliau juga memikirkanku yang tak ingin berhadapan dengan Rendra.
"Bapak bisa ngobrol dengan kolega bapak. Aku ke kampus dulu karena ada hal yang harus aku selesaikan," ucapku.
"Tapi --"
"Tak apa, Pak. Bapak kan di sini beberapa hari jadi kita bisa ketemu lagi nanti," bujukku.
Pak Rudi mengangguk pasrah. Aku tersenyum kecil dan memberikan pelukan sekali lagi pada beliau. Aku menatap Mahes dan mengangguk sopan. Begitu aku berbalik pada Rendra, aku hanya diam dan langsung pergi begitu saja. Aku masih tak kuat hati untuk menatapnya.
Aku meninggalkan kafe itu begitu cepat. Hari ini sebenarnya aku tak ada jadwal apa pun di kampus, tapi aku akan mampir sebentar dan melihat Brenda yang sedang latihan untuk drama musikal.
Pelatihan drama musikal memang sudah dimulai. Para pemeran melakukan latihan awal untuk perkenalan karakter dan pembacaan naskah. Aku yang akhirnya masuk tim komposer akan melakukan diskusi besok pagi. Aku sudah dihubungi untuk bergabung di tim komposer. Untung saja di tim itu tak terlalu banyak orang jadi menambah satu orang tak akan merugikan mereka.
Begitu aku berada di depan gerbang kampus, aku mengambil ponselku dan mengirimi pesan ke Brenda. Aku tak tahu dia berlatih di ruang mana. Banyak sekali ruang latihan di sini dan ada beberapa aula. Aku terlalu malas menebak-nebak atau bertanya ke orang lain yang tak aku kenal.
Aku melangkah santai dengan earpod yang terpasang di telingaku. Aku sedang memilih lagu untuk aku aransemen yang nantinya akan aku jadikan tugas akhirku. Aku masih terlalu bingung lagu seperti apa yang akan aku kerjakan nanti.
"Dilla?"
Aku berbalik dan terkejut melihat seorang pria yang menyapaku. Aku tak begitu terkenal jadi tak banyak orang menyapaku di kampus.
"Kau masih ingat aku kan? Aku Bayu, ketua tim komposer."
Aku terperangah. Aku ingat sekarang. Dia pernah dikenalkan padaku saat semua tim komposer berkumpul. Aku tak terlalu memperhatikan wajahnya saat itu. Aku sangat malu sekali dan ingin kabur.
Aku melihatnya terkekeh dengan tingkahku yang seperti ketahuan jika aku tak mengenalnya.
"Maaf, aku tak mengenalimu tadi," sesalku. Dia melambaikan tangan.
"Tak apa. Aku tahu kau tak akan mengenaliku. Kita baru bertemu sekali dan itu pun hanya perkenalan singkat. Aku melihatmu jalan sendiri jadi aku menyapamu." Aku mengangguk.
"Kau luang? Bisa kita ngobrol sebentar? Aku ingin menanyakan tentang drama musikal," ajaknya.
"Aku sedang senggang. Kita bisa ngobrol terkait itu."
Aku dan dia duduk disalah satu bangku yang berada di bawah pohon. Tempat ini begitu rindang karena pohonnya yang sangat besar dengan daun yang sangat lebat menghalau sinar matahari langsung.
"Kenalkan aku Bayu Chandra. Aku seniormu di jurusan penciptaan musik," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Aku melihat ke arahnya lalu ke tangannya yang terulur. Dia tersenyum penuh ramah layaknya seorang kakak tingkat pada adik tingkatnya. Dia masih menunggu uluran tanganku. Alisnya terangkat menunggu responku.
Aku mengulurkan tanganku dan menjabat tangannya. "Faradilla Kumala Adiwilaga."
"Senang bertemu denganmu, Dilla. Jangan lupakan wajah ini ya," candanya.
Aku tersenyum kikuk. Bukan maksudku untuk melupakan wajahnya, hanya saja aku tak terlalu mengingat wajahnya itu. Kami juga bertemu hanya sekali. Apa yang dia harapkan dari pertemuan singkat itu?
"Ekspresimu sangat jelas terbaca," kekehnya.
Aku menunduk malu. Ini pertama kalinya aku menunjukkan ekspresiku di depan orang lain.
"Kali ini aku tak akan menggodamu lagi. Aku hanya ingin berdiskusi denganmu terkait drama musikal."
Aku dan Bayu mulai membahas apa yang harus kami lakukan untuk membuat lagu yang akan digunakan nanti. Ternyata Bayu sudah berpengalaman mengikuti drama musikal seperti ini. Dia memberikan berbagai tips padaku. Apa saja yang harus aku lakukan dan kerjakan ke depannya. Sarannya sangat membantuku. Aku menulis di buku note kecilku. Aku akan mencobanya begitu sampai di kosku.
"Terima kasih ya, kak. Akhirnya aku paham harus melakukan dari mana dulu," ucapku.
"Aku senang membantumu. Aku tahu kamu gadis yang pintar untuk membantu tim komposer. Walaupun aku ingin sekali melihat aktingmu dan vokalmu saat menjadi pemeran utama"
Aku cukup terkejut mendengarnya. "Kakak tahu dari mana kalau aku awalnya dipilih sebagai pemeran utamanya?"
Bayu menatapku geli. "Hampir setiap mahasiswa di kampus yang ikut audisi melihatnya. Mereka kagum dengan aktingmu saat itu. Dan beberapa teman angkatanmu juga mengatakan jika vokalmu luar biasa."
Aku tersipu malu dibuatnya.
"Semangat ya latihannya. Kita ketemu besok dan mulai membahasnya dengan yang lainnya."
Aku mengangguk. Bayu berdiri lalu melambaikan tangannya ke arahku sebelum pergi. Aku membalasnya. Aku jarang sekali bisa berdiskusi seperti ini dengan seniorku di kampus. Ini permulaan baru bagiku dan aku akan memanfaatkan ini dengan baik agar tugas akhirku juga bisa selesai dengan memuaskan.
***
"Cie yang habis ketemu kak Bayu," goda Brenda.
Aku menatapnya tajam karena sedari tadi dia terus menggodaku. Brenda melihatku sedang duduk berdua dengan kak Bayu dan memfotonya diam-diam. Dia mengirimkan foto itu dan membuatku geram. Iseng sekali gadis ini.
"Aku marah ya kalau kau terus-terusan begitu," ucapku kesal.
Brenda terkikik geli. Dia memilih mengalah dan tak melanjutkan lagi aksi menggodanya. Sekarang kami berada di kosku karena Brenda sedang malas berada di kosnya.
"Eh iya! Kau kan mau cerita kalau tadi ketemu pria jahat itu!" Seru Brenda.
Aku memberikan wajah bete-ku pada Brenda. Ini anak kenapa harus mengungkit pria itu sih? Tak lihat aku sedang malas membicarakan dia?
"Ayolah! Kau kan janji mau cerita," bujuk Brenda memelas.
Aku menghela nafasku. Aku menceritakan pertemuanku dengan Pak Rudi dan juga dia yang tiba-tiba datang. Brenda terlihat serius memperhatikan setiap perkataanku. Begitu aku bercerita jika aku melarikan diri, Brenda langsung membuat wajah kecewanya.
"Harusnya dilawan! Masa kau yang kabur begitu aja? Kalau itu aku, aku udah maki-maki tuh laki."
Aku menggeleng pelan. Aku yakin Brenda akan melakukan persis apa yang dia katakan. Brenda tipe yang suka membalas dendam dan bertingkah seenaknya tanpa dipikir dulu. Aku juga ingin bersikap seperti Brenda tapi nyatanya aku tak akan bisa melakukan itu.
"Terus Pak Rudi gimana?" Tanya Brenda.
"Pak Rudi akan stay di Jogja selama beberapa hari. Besok rencana aku mau pergi sama Pak Rudi setelah kumpul sama tim komposer," terangku.
Brenda mengangguk-angguk. Sayang sekali aku tak bisa mengajak Brenda karena dia ada kuliah dan harus berlatih untuk drama musikal. Jadi dia harus terus di kampus.
"Nikmati waktu kalian berdua ya! Selamat bersenang-senang." Brenda memberikan semangat padaku.
Aku tersenyum cerah dan mengangguk. Besok aku akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan Pak Rudi. Sudah lama sekali kami tak berjalan berdua. Aku harus memikirkan akan kemana saja besok agar bisa seefisien mungkin.
09.07.24
Publish : 29.07.24
Kalo kalian di posisi Dilla bakalan kabur atau langsung tonjok mukanya? hihihi.
Waduh cogan detected nih. Bakalan jadi orang ketiga ga ya?
JANGAN LUPA VOMENT JUSEYO~~~
![](https://img.wattpad.com/cover/304817767-288-k845524.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HATRED (TERBIT)
General FictionFaradilla seorang yatim piatu yang tak mempunyai tempat bergantung berhasil keluar dari masa lalu kelamnya yang menorehkan luka teramat dalam di hatinya. Begitu dia bisa menikmati masa kuliahnya di kota Jogja, ujian kembali datang dengan membawa ses...