Narendra
Aku sudah mengelilingi sekitar kampus Fara. Tak ada petunjuk apapun tentang keberadaan gadis itu. Aku juga sempat menyambangi kos Fara tapi sepertinya dia belum pulang. Aku kembali lagi ke depan gerbang pintu masuk kampus Fara. Mahes seharusnya sudah di sana.
Aku menjalankan mobilku pelan saat sampai di tempat awalku tadi. Aku memberhentikan mobilku tepat saat dering ponselku berbunyi. Nama Pak Rudi tertera di sana dan aku segera menjawabnya.
"Halo, Pak."
"Kamu di mana, Rendra?" tanya Pak Rudi yang terdengar gusar.
"Di depan kampus Fara, Pak. Ada apa?" tanyaku balik.
"Fara sudah tak ada di kampus. Dia baru saja mengirimkan lokasinya. Dia bersama Yoga."
Aku membelalak kaget. Bagaimana bisa aku ke duluan dengan paman?
"Bisa kirimkan lokasinya, Pak?" pintaku cepat.
"Saya kirimkan sekarang. Segeralah ke sana," suruhnya.
Aku mematikan sambungan telepon kami dan melihat pesan yang baru saja dikirim Pak Rudi. Aku mengeklik lokasi itu dan ternyata cukup jauh dari kampus Fara. Sialan!
Aku menggebrak stir mobilku keras. Dengan cepat aku mengirim lokasi itu pada Mahes dan langsung tancap gas menuju ke sana. Betapa bodohnya aku bisa kecolongan seperti ini.
Aku memacu mobilku cukup cepat di keramaian malam Jogja. Dalam kota Jogja masih cukup ramai malam ini. Aku sempat terhambat dengan beberapa lampu lalu lintas terutama di daerah ringroad. Begitu aku sudah melewati ringroad dan menuju ke Jalan Kaliurang, jalanan sudah cukup lengang.
Aku melirik ke arah ponselku yang aku lempar di kursi sebelahku yang terus berbunyi. Mahes terus menerus meneleponku tapi aku biarkan saja. Tak ada waktu untuk mengangkatnya. Aku juga lupa tak membawa wearless-ku yang biasa aku pakai. Saat ini tujuanku hanya ingin segera bertemu dengan Fara dan dia baik-baik saja.
Aku terus melaju hingga sampai di gerbang retribusi Kaliurang. Dari sini aku tak tahu harus ke mana. Aku menepikan mobilku dan melihat peta yang menunjukkan lokasi Fara. Harusnya tadi aku bersama Mahes karena anak itu lebih tahu Jogja dibanding aku. Tadi aku hanya sekilas melihat peta dan menghafalkan jalan yang aku lalui dengan singkat. Walaupun selama di jalan aku menggunakan firasat saja dan berujung bisa sampai di sini.
Ponselku berdering lagi dengan nama Mahes yang tertera. Aku menjawabnya dengan cepat.
"Sialan! Di mana lo!" sentaknya, marah. Aku menjauhkan ponselku dari telingaku. Baru saja aku ingin menempelkannya ke telinga tapi sudah disambut dengan teriakan dari seberang sana.
"Gue udah di Kaliurang. Lo di mana?"
"Bentar lagi nyampe. Tunggu gue di gerbangnya. Ga usah sok pahlawan terus pergi sendiri. Lo turis disini!"
Mahes menutup panggilannya begitu selesai mengatakan apa yang ingin dia katakan. Aku juga tahu kalau aku tak paham situasi dan kondisi jalan di sini. Menuruti perkataan Mahes, aku menunggunya dengan terus menelepon orang suruhanku. Sedari tadi dia tak dapat dihubungi sama sekali.
Tak lama, Mahes datang dengan mobil lain. Dia langsung turun begitu melihatku turun dari mobil. Tanpa berkata apa-apa, Mahes langsung mengambil alih kemudi dan aku ke bangku samping sopir.
"Orang gue ga bisa dihubungi," ucapku setelah Mahes menginjak pedal gas.
"Dia dilumpuhin ama paman lo. Sialan banget paman lo! Dia udah tau kita ngawasin Fara," ucap Mahes sedikit geram.
"Terus?"
"Gue udah nyuruh orang buat ke lokasi yang lo share. Semoga aja bantuan kita dateng lebih cepat," jawab Mahes.

KAMU SEDANG MEMBACA
HATRED (TERBIT)
Ficción GeneralFaradilla seorang yatim piatu yang tak mempunyai tempat bergantung berhasil keluar dari masa lalu kelamnya yang menorehkan luka teramat dalam di hatinya. Begitu dia bisa menikmati masa kuliahnya di kota Jogja, ujian kembali datang dengan membawa ses...