Narendra
Aku terbangun dari mimpi yang panjang. Begitu aku membuka kedua mataku, aku tak begitu jelas mengingat mimpi itu. Aneh sekali. Rasanya sangat nyata tadi. Tapi aku melupakan mimpi itu. Aku berusaha mengabaikannya dan menoleh melihat sekitarku.
Tak ada orang di sini. Sudah berapa lama aku tertidur?
Aku merasakan semua badanku begitu kaku dan sakit. Terutama bagian perutku. Apa itu karena luka tusukan waktu itu. Aku ingat kejadian lalu. Demi menyelamatkan Fara, aku tak berpikir panjang jika pisau itu bisa mengenaiku. Aku pikir saat itu aku menyingkirkan pisau itu dari tangan paman. Tapi begitu kami berguling, pisau itu sudah tertancap diperutku.
Saat itu aku menahan rasa sakitku. Aku berusaha sebisa mungkin untuk bangkit menemui Fara. Aku membiarkan lukaku yang terus aku tekan menggunakan tanganku. Prioritas utamaku saat itu adalah menyelamatkan Fara. Aku tak memedulikan yang lainnya termasuk aku yang terluka.
Aku berusaha keras untuk terus sadar. Fara masih belum baik-baik saja. Dia terus mengalami serangan panik yang membuat tubuhnya kehilangan sebagian oksigen dan berakhir sesak nafas hebat. Aku harus membuat Fara stabil dahulu. Aku terus meyakinkan Fara dengan menuntunnya untuk bernafas normal. Aku yang terus terengah-engah memfokuskan diri agar Fara bisa segera kembali. Begitu Fara mulai stabil dan jatuh pingsan, aku bernafas lega.
Rasa sakit di perutku tak terbendung lagi. Aku meringis pelan saat itu hingga Mahes mengetahui jika aku terluka. Aku hanya menatapnya dengan senyuman sebelum semuanya hilang oleh kegelapan.
Aku mendesah lelah mengingat kejadian saat itu. Masih untung aku masih bisa bertahan di tengah kejadian antara hidup dan mati itu. Bila pun aku mati, aku akan mati dengan tenang karena bisa membuat Fara aman. Tak ada aku pun, Fara akan baik-baik saja karena dikelilingi orang-orang yang baik. Pamanku juga tak akan bisa menyentuh Fara lagi setelah kejadian itu. Mahes pasti sudah mengurus semuanya.
"Lo barusan sadar?"
Aku menoleh ke arah pintu kamar dan melihat Mahes baru saja masuk dengan sekeranjang buah-buahan besar. Aku memicingkan mataku melihat sekeranjang buah besar itu. Mahes mendekat ke arahku dan meletakkan keranjang buah itu di meja dekat dengan kasurku.
"Nyokap lo nitip ini ke gue. Bilangnya mau jenguk Fara dulu," ucap Mahes.
Aku melirik ke segelas air yang ada di nakas meja. Rasanya haus dan kebetulan ada Mahes di sini jadi aku bisa memintanya untuk mengambilkan itu.
"Lo haus?" tanya Mahes. Aku mengangguk.
Mahes membantuku untuk duduk bersandar dan minum. Setelah Mahes meletakkan gelas yang isinya masih setengah, dia menekan tombol di dekat kasurku dan menunggu.
Tak lama seorang perawat datang dan berbincang dengan Mahes. Aku menghela nafasku. Sudah berapa lama aku tertidur? Bagaimana keadaan Fara? Apakah dia baik-baik saja? Aku ingin mengetahui kondisinya.
"Fara?" tanyaku pada Mahes dengan suara serakku.
Mahes baru saja selesai berbincang dengan perawat lalu menoleh ke arahku.
"Dia baik-baik aja. Fara sudah siuman beberapa hari yang lalu. Gue kira lo bakalan jadi putri tidur," candanya.
"Perut lo masih sakit?" tanya Mahes yang duduk di kursi dekat kasurku. Aku mengangguk pelan. Rasa sakitnya masih terasa nyeri setiap kali aku bergerak.
"Gue mau liat Fara," ucapku.
"Lo tunggu stabil dulu. Dokter ga nyaranin buat lo banyak gerak," tahan Mahes melihatku ingin duduk.
Aku tak bisa berbuat apa-apa. Saat ini tubuhku memang masih terasa sakit tapi aku ingin sekali melihat Fara. Aku hanya ingin melihat kondisinya secara langsung.

KAMU SEDANG MEMBACA
HATRED (TERBIT)
Ficção GeralFaradilla seorang yatim piatu yang tak mempunyai tempat bergantung berhasil keluar dari masa lalu kelamnya yang menorehkan luka teramat dalam di hatinya. Begitu dia bisa menikmati masa kuliahnya di kota Jogja, ujian kembali datang dengan membawa ses...