18 | udah jadi milik saya

15.3K 1.5K 137
                                    

Setelah mengobrol sama Sean, gue masih diam di kamarnya, kini gue merebahkan tubuh gue di tempat tidur dia. Pengennya sih malam ini gue nginep di sini, itupun si Sean ngebolehin aja. Dan, malahan dia nyuruh si Gilang untuk semalaman ini tidur di kamar si Izam.

Awalnya Gilang nolak buat tidur di kamar Izam, gue tau pastinya dia nolak karena ga bakalan bisa skidipap sama si Sean. Heran gue sama seme hobinya kalo ga cium, pasti minta jatah. Tapi untungnya si Izam kaga pernah minta jatah sama gue.

Mungkin belum waktunya kali ya? soalnya gue sama dia kan baru jadian, itupun mana berani dia ngelakuin hal-hal begitu ke gue.

"Ini gue beneran ga papa nginep di sini?"  tanya gue lagi ke Sean, setelah itu dia mangguk mengiyakan.

"Iya, ga papa. Lagian cowok gue juga setuju-setuju aja," balas dia membolehkan gue untuk menginap di kamarnya.

"Tapi gue ga enak sama Gilang, pasti dia ga bakalan bisa dapat jatah dari lo kalo gue nginep di sini," kata gue dengan suara sedikit meledek.

"Biarin, sekali aja tuh cowok kaga dapat jatah," kata Sean dengan seringai di bibirnya.

Gue tiduran dengan gaya kaya emak-emak lagi nenenin anaknya. Badan gue menghadap ke arah ranjang yang ada di seberang, tepat ke arah Sean yang sedang duduk di ranjang itu.

"Gue penasaran sama lo, lo ngelakuin kaya gitu ga pernah ketahuan gitu?" Soalnya mustahil banget kalo ga ketahuan, apalagi ini ranjang sekali bergerak aja bunyi ngikngik..

"Engga lah,"

"Kok bisa? kan ini ranjang kalo goyang bakalan bunyi," kata Gue penasaran.

"Lo pikir si Gilang brutal gitu ngewok gue? ya kaga lah, dia mainnya pelan-pelan walaupun nafsuan," jelas Sean. Sumpah merinding rasanya bulu kuduk gue setelah mendengar penjelasan dari dia.

Tok..tok...

Tiba-tiba aja terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar, membuat gue dan Sean beranjak pergi ke arah pintu untuk membuka pintu. Setiba pintu dibuka, terdapat cowok yang sedang berdiri menatap ke arah gue, itu Izam. Tatapan dia membuat gue memalingkan wajah ke arah lain. Entah kenapa rasanya ngeliat wajah dia perasaan gue semakin sakit.

"Kenapa di sini?" tanya dia yang membuat gue terdiam.

"Jawab noh," ucap Sean seraya menyenggol lengan gue pelan. "Gue mau pergi dulu, sana dah mendingan lo berdua lanjutin ngobrol di dalam."

Setelah itu, Sean langsung pergi meninggalkan gue yang tengah berdua dengan si Izam.

"Kamu marah sama saya?" tanya Izam dengan tatapan sendu.

"Engga."

"Tatapan kamu ga bisa dibohongin," ucap Izam lagi setelah itu gue langsung menoleh menatap wajahnya dengan tatapan tajam.

"Terus kalo gue marah, masalah gitu?" tanya gue dengan nada suara tinggi.

"Saya salah apa sama kamu?" tanya dia dengan dahi yang mengerut

Lo ga salah, zam, gue nya aja yang terlalu berharap lebih sama lo.

"Jelasin ke saya, jangan diamin saya kaya gini. Kasih tau dimana letak kesalahan saya.

"Ga ada yang perlu dijelasin, Zam." balas gue dengan nada penekan.

"Saya butuh penjelasan dari kamu, Chiko, supaya saya bisa paham apa isi hati kamu."

"Mendingan sekarang lo pergi aja deh, urusin tuh cewek. Jangan perduliin gue," usir gue membuat dahi dia mengerut.

"Cewek siapa?"

My roommate is my boyfriend Where stories live. Discover now