Liburan sekolah telah berakhir, seperti hari-hari biasa gue mutusin buat kembali pulang ke Asrama dengan di anter Emak yang sekarang udah balik pulang ke rumah. Ya begini lah hari-hari gue sampai semester dua ini berakhir.
Gue berjalan masuk melewati lorong yang terasa sepi tidak ada satupun manusia yang muncul di sini. Kadang suka heran, ini Asrama atau rumah hantu? Entah lah... Gue udah sampai di dalam kamar, suasana kamar yang biasa selalu ada Izam yang menemani hari-hari di mana awal gue masuk sampai sekarang gak kerasa udah semester dua aja. Kini terlihat lebih berbeda, karena dia terpaksa pindah hanya karena sebuah kejadian yang mengharuskan gue untuk merelakan kepergian dia dari sini.
Harusnya gue yang pergi dari sini, ini semua salah gue. Gue yang udah bikin dia jadi ngorbanin dirinya untuk pergi demi suruhan orang tuanya akibat kejadian waktu itu. Sumpah rasanya masih gak terima kalo secepat ini gue dipisahkan sama dia.
Mungkin kalo gue keluar dari Asrama ini, hubungan kita bakalan baik-baik aja, dan mungkin aja kita masih bisa ketemuan.
Tapi kalo jadinya kayak gini? Gimana caranya gue nemuin dia? Dia di luar daerah, gue cuman bisa menunggu, menunggu, menunggu sampai hari itu tiba.
Tok...tok...
Terdengar suara ketukan dari luar kamar membuat gue bangun dan berjalan untuk membuka pintu. Saat pintu dibuka, ternyata ada Firman yang tengah berdiri sambil membawa tas ransel di tangannya. Mau ngapain dia ke sini?
"Lo ngapain ke sini?" tanya gue dengan menatapnya bingung.
"Hari ini gue bakalan sekamar sama lu," jawab dia mendapat kernyitan di dahi.
"Hah?" Ini seriusan setelah ini gue bakalan sekamar sama dia? Kenapa pengurus Asrama gak bilang ke gue dulu kalo mau ganti teman sekamar?
"Gak usah kaget. Emang biasa kayak gini, setiap ada yang pindah pasti ada yang baru. Jadi gue dipindahin buat sekamar sama lo," jelasnya menuai anggukan dari kepala gue. Setelah itu, gue mengijinkan dia untuk masuk ke dalam dan gue pun kembali duduk di pinggiran kasur sambil menatap dia yang sedang sibuk memasukkan pakaian yang ada di dalam tas ditaruhnya di dalam lemari.
"Dia kenapa bisa pindah dari sini, dah?" Mata gue mengerjap di saat mendengar pertanyaan dari bibir tuh cowok.
Gue bingung harus ngejawab apa dari pertanyaannya, gak mungkin kalo gue jujur karena habis ketahuan ciuman sama emaknya. Bisa-bisa gue disinisin.
"Em, gak tau," jawab gue terpaksa berbohong, tapi dia menatap gue dengan kernyitan di dahi.
"Jalan keluar yuk," ajak dia setelah selesai merapihkan bajunya.
"Hah?"
"Ayo jalan keluar."
"Jalan ke mana?" tanya gue masih belum paham sama omongannya.
"Udah ikut aja, gue yakin pasti lo suka tempatnya." Gue cuman ngangguk dan mengikuti dia berjalan pergi ke luar, tepatnya ke parkiran motor.
"Kita mau ke mana sih?" tanya gue sambil menoleh ke arah kiri kanan, siang-siang gini tuh panas, ini cowok malah ngajakin gue pergi buat jalan-jalan.
"Nanti juga lo tau sendiri," balas dia membuat gue sedikit jengkel. "Cepat naik."
Mendengar perintah dia, gue pun langsung duduk di belakang motornya dan sekarang dia sedang mengendarai motornya menjauh dari tempat Asrama, tapi anehnya gue sendiri gak pernah lewat jalanan ini, sebenarnya dia mau ajak gue ke mana?
"Kita mau ke mana sih?" tanya gue sambil menepuk sebelah pundaknya.
"Ada sesuatu yang pengen gue kasih liat," jawab dia tanpa menoleh, cuman melirik sekilas dari kaca spion. Gue cuman bisa ngangguk sambil pasrah mau diajak pergi entah ke mana.
Setelah cukup lama perjalanan, dia berhentiin motornya di gang tepatnya sebuah rumah, entah ini rumah siapa, dan apa maksudnya ini cowok ngajak gue ke sini.
"Nah udah sampai, cepat turun," suruh dia. Gue pun langsung turun dan menatap rumah yang lumayan besar, setelah itu melirik ke arah Firman dengan dahi mengerut.
"Ini rumah siapa?" tanya gue penasaran.
"Rumah gue," jawab dia seketika gue mengulum senyum.
Gila sih rumahnya gede juga, fiks dia anak orang kaya. Tapi yang masih gue pikirin, buat apa dia ngajak gue ke sini?
"Ayo masuk," ajak dia. Gue pun ngangguk dan mengikuti tuh cowok berjalan di belakangnya. Gue diajak masuk ke dalam rumahnya yang terdapat banyak bingkai foto yang besar-besar, berasa kaya masuk ke museum.
"Rumah lo sepi bener, dah," ucap gue dengan netra terus menatap ke semua sudut ruang, berasa kaya orang yang keluar dari dalam Goa.
"Ya gini deh, Mama Papa gue lagi pada kerja, jadinya ini rumah gak ada siapa-siapa nya."
"Lah terus gimana lu bisa buka ini pintu?" Gue menatapnya dengan penuh penasaran.
"Gue dikasih kunci cadangan, jadi jaga-jaga misalnya gue balik dari Asrama dan mereka ga ada di rumah," jelas dia di mana gue cuman mengangguk paham.
Setelah dia menjelaskan itu, dia pergi naik ke atas tangga. Dan gue disuruh nunggu di bawah sambil dia balik ke bawah.
Gak perlu lama menunggu, dia balik turun sambil berjalan ke arah gue, tapi kali ini dia megang sesuatu di tangan kanannya, sekilas buku cukup besar yang sedang dia bawa itu.
"Nih liat." Dia berbicara sambil memberikan sebuah buku lumayan besar untuk gue liat isi di dalamnya.
Gue pun menerima, dan membuka buku tersebut. Di dalam buku itu ada banyak berbagai macam foto, dua anak laki-laki tapi anehnya salah satu di antara mereka sekilas wajahnya mirip kaya Izam. Ini foto siapa? Dan untuk apa Firman kasih tunjuk foto ini ke gue?
Gue mendongak dengan sebelah alis terangkat. "Ini foto siapa?" tunjuk gue ke foto itu.
"Coba tebak."
"Izam?" tanya gue tiba-tiba kepikiran ngejawab itu, karena wajah bocah ini mirip sama muka dia yang gak terlalu beda jauh dari wajahnya sekarang.
"Heem itu dia," jawab dia sambil mengangguk.
"Seriusan ini foto dia? Jangan bilang foto anak di sebelahnya itu, lo?" tebak gue, dan benar aja tebakan gue benar.
"Iya, itu gue sama dia."
Mendengar jawaban dari dia, gue kembali membuka beberapa banyak halaman yang di dalamnya terdapat banyak isi foto mereka, gue tersenyum sambil ngusap wajah anak itu, wajah yang terlihat bahagia dan terlihat kedua anak itu sedang tertawa.
Beda banget gak kaya Izam sekarang, menurut gue dapatin momen ini begitu langka, gue gak pernah ngeliat Izam ketawa, sekalinya senyum juga itu pun tipiss banget! Gak lebar kayak di foto ini.
"Di sini dia bahagia banget, ya," ucap gue menoleh ke arah Firman yang langsung diangguk dia.
"Lo gak ada niatan buat temenan lagi sama dia?" tanya gue menatap dia dengan penuh harapan. Mungkin kalo mereka bisa baikan dan akrab kayak waktu kecil, pasti bakalan seru banget.
Dia mengembuskan napas ya sebelum menjawab pertanyaan. "Mau, cuman gue gengsi ngomong ke dia."
"Heran, gengsi mulu di gedein. Kalo kata teman gue nih, dari pada gedein gengsi! Mendingan gedein titid!" ucap gue kayak ga ada dosa sedikitpun, semoga aja dia gak denger omongan gue barusan.
"Gak perlu digedein, udah gede juga."
"No bukti, hoax!" Sumpah ini mulut gue gak bisa nahan sedikitpun, refleks dah demi.
"Boleh, nih bukain," ucap Firman sambil melonggarkan kedua kakinya hingga terbuka lebar.
B*NGSAT! INI COWOK MESUM JUGA
Mendengar ucapan dia yang di luar nalar, gue pun langsung natap tajam muka dia yang di mana bikin dia tertawa.
"Btw makasih ya, berkat lo ajak gue ke sini. Gue jadi tau muka dia waktu kecil," ucap gue tersenyum.
"Santai aja," balasnya.
•••
🥲Maaf sebesar-besarnya aku baru bisa update sekarang. Ini jujur aku sibuk banget naskahan buat cerita lain yang otw terbit. Dan, kayaknya cerita ini gak bisa terbit😞Maaf.... udah bikin kalian kecewa.
YOU ARE READING
My roommate is my boyfriend
Random⚠︎bxb. di larang plagiat. utamakan sebelum membaca, follow terlebih dahulu. Chiko devano, remaja 16 tahun itu bener-bener apes gara-gara habis ketahuan ciuman sama emaknya di lapangan biasa tempat dia main. Si emak yang udah stres ngeliat anak semat...