Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur, hiduplah seorang gadis bernama Mia. Di balik tumpukan gedung tinggi dan gemerlap lampu neon, Mia berjuang untuk menemukan tempatnya di dunia yang keras.
Sementara teman-temannya menerima pujian dan kasih sayang dari orang tua mereka, Mia tumbuh dalam suasana dingin yang dipenuhi kritik dan penolakan dari ibu dan ayahnya. Mereka tak pernah melihat bakatnya. bagi mereka, impian Mia untuk menjadi seorang fashion designer hanyalah khayalan belaka.
Setiap kali ia menggambar sketsa busana di buku catatannya, hatinya terasa hampa. Namun, semangatnya tak pernah padam. Di tengah malam, saat semua orang terlelap, Mia mencuri waktu untuk berlatih dan menciptakan karya-karya yang terinspirasi oleh keindahan yang ia temui di sekelilingnya. Dengan tekad yang kuat, ia bermimpi suatu hari bisa mengubah pandangan orang tuanya dan membuktikan bahwa kreativitasnya layak diperjuangkan.
Suatu malam, saat hujan turun dengan deras, Mia menemukan sebuah flyer tentang kompetisi desain fashion yang diadakan di pusat kota. Ini adalah kesempatan yang ia tunggu-tunggu. Dengan tekad baru, ia berusaha menghadapi ketidakpastian dan menemukan jalannya menuju cita-cita yang telah lama terpendam, meskipun dalam hatinya masih tersimpan luka dari penolakan orang tuanya.
Mia menghabiskan berhari-hari merancang dan menyempurnakan koleksi yang akan ia kirimkan untuk kompetisi. Setiap potongan kain yang ia pilih dan setiap garis yang ia gambar adalah refleksi dari impian dan harapannya. Namun, di balik semangatnya, rasa cemas sering kali menghantui. Ia khawatir orang tuanya akan kembali meremehkan impiannya, seperti yang selalu mereka lakukan.
Suatu pagi, saat ia sedang menjahit di sudut kamarnya, ibunya masuk dengan tatapan dingin.
"Apa kamu masih berharap bisa sukses di bidang itu? Fashion bukan untuk orang sepertimu," ucapnya.
tanpa rasa empati, Kata-kata itu seperti jarum yang menusuk hati Mia, tapi ia berusaha menahannya. Dalam hati, ia bertekad untuk membuktikan bahwa ia bisa sukses meski tanpa dukungan orang tua.
Hari kompetisi tiba, dan Mia merasa campur aduk antara kegembiraan dan ketakutan. Ia mengenakan gaun hasil desainnya sendiri, sebuah karya yang menunjukkan keberaniannya dan keunikan gaya pribadi. Saat ia melangkah memasuki venue, semua mata tertuju padanya. Kerumunan berdesak-desakan, sementara para juri bersiap menilai karya-karya yang dipamerkan.
Saat gilirannya tiba, Mia mempersembahkan koleksi busananya dengan penuh percaya diri. Ia berbicara tentang inspirasi di balik setiap desain, dan bagaimana setiap helai kain menceritakan kisahnya. Dalam sekejap, dia melihat ekspresi kagum di wajah beberapa penonton, dan itu memberinya kekuatan.
Setelah beberapa jam menegangkan, juri mengumumkan pemenangnya. Mia merasakan jantungnya berdegup kencang saat namanya dipanggil. Ia terkejut dan tak percaya. Semua kerja keras dan pengorbanan yang ia lakukan terbayar lunas. Ketika ia melangkah ke depan untuk menerima penghargaan, sorakan penonton menghapus semua rasa sakit yang pernah ia rasakan.
Dengan trofi di tangannya, Mia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus berjuang. Bukan hanya untuk membuktikan kepada orang tuanya, tetapi juga untuk semua gadis di luar sana yang merasa tak didengar. Dia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan di dalam hatinya, ia menyimpan harapan untuk suatu hari dapat merangkul orang tuanya dan menunjukkan kepada mereka bahwa impian itu layak diperjuangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Ujung Pita
Teen FictionPengen tau kisahnya?? staytune 🤍 jangan lupa kasih vote, dan komentar kalian dengan bahasa sebaik mungkin ya. baik berupa kritik maupun saran. thankyou all (・ิω・ิ)ノ