Hari acara fashion besar di ibukota semakin dekat. Persiapan Mia semakin matang, dan setiap hari terasa seperti sebuah langkah menuju impiannya. Namun, meski ia sudah mantap dengan koleksinya, ada sesuatu yang tetap mengganggu hatinya ibunya. Selama ini, ibunya masih tak menunjukkan dukungan nyata, dan meskipun Mia sudah mencoba untuk berdamai dengan hal itu, ia masih berharap ada sedikit perubahan.
Pada malam sebelum keberangkatannya ke ibukota, Mia sedang memeriksa koper dan desain-desainnya di kamar ketika terdengar ketukan di pintu. Ia mengira itu ayahnya yang mungkin ingin berbicara, tetapi ternyata ibunya yang berdiri di sana. Ibunya terlihat ragu, seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu.
"Kamu sibuk?" tanya ibunya singkat.
Mia terkejut melihat ibunya datang ke kamarnya, sesuatu yang jarang sekali terjadi.
"Tidak, aku hanya memeriksa persiapan untuk besok," jawabnya hati-hati.
Ibunya masuk dan melihat sekeliling kamar yang penuh dengan kain dan alat-alat menjahit.
"Kamu akan berangkat besok pagi?" tanyanya lagi, kali ini nadanya lebih lembut dari biasanya.
"Iya, aku harus tiba sebelum tengah hari untuk registrasi dan fitting," jawab Mia, masih merasa canggung.
Hening menyelimuti ruangan. Mia tak tahu harus berkata apa, dan ibunya terlihat seperti sedang berusaha mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya, setelah beberapa saat, ibunya mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.
"Aku melihat betapa kerasnya kamu bekerja," kata ibunya tiba-tiba, suaranya pelan.
"Aku... hanya tidak pernah mengerti mengapa kamu begitu terobsesi dengan dunia ini. Fashion, pakaian... sepertinya tidak penting dibandingkan dengan hal lain."
Mia mengerutkan kening, merasa hatinya sedikit tersentuh oleh pengakuan ibunya.
"Ini bukan hanya soal pakaian, Bu," jawab Mia lembut.
"Ini tentang bagaimana aku bisa mengekspresikan diri. Aku merasa hidup ketika merancang sesuatu yang bisa membuat orang merasa percaya diri dan bahagia."
Ibunya memandang ke bawah, seolah mencoba mencerna kata-kata Mia.
"Aku dulu berpikir kamu seharusnya fokus pada sesuatu yang lebih 'nyata' seperti bisnis atau karier yang lebih stabil," katanya dengan nada yang lebih lembut.
"Tapi, aku lihat kamu tidak menyerah. Kamu tetap berusaha meski aku tidak mendukungmu."
Mia menelan ludah, ada rasa lega dan haru yang mulai mengalir.
"Aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa, meski awalnya sulit. Aku tidak bermaksud membuat Ibu kecewa. Aku hanya ingin Ibu mengerti bahwa ini penting buat aku."
Ibunya menghela napas panjang.
"Mungkin aku yang terlalu keras padamu. Mungkin aku takut kamu akan gagal dan terluka. Tapi aku bisa lihat sekarang, kamu benar-benar mencintai apa yang kamu lakukan."
Mia terkejut mendengar kata-kata itu. Selama ini, ia selalu merasa bahwa ibunya tidak peduli.
"Aku tahu Ibu hanya ingin yang terbaik untukku," kata Mia.
"Tapi aku harus menjalani hidupku sendiri, dan aku ingin membuat Ibu bangga dengan cara yang aku pilih."
Ibunya tersenyum tipis, sesuatu yang jarang Mia lihat.
"Kamu sudah besar sekarang. Mungkin ini saatnya aku belajar mempercayaimu. Mungkin... aku tidak harus selalu mengerti, tapi aku bisa mencoba mendukungmu."
Air mata mulai menggenang di mata Mia, meski ia berusaha menahannya.
"Terima kasih, Bu. Itu yang selama ini aku butuhkan."
Ibunya bangkit, dan dengan ragu, ia meletakkan tangan di bahu Mia. "Aku tidak tahu banyak soal fashion, tapi... kalau kau butuh bantuan, atau sekadar seseorang untuk mendengarkan, aku akan ada di sini."
Mia tersenyum, merasa hatinya hangat untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
"Aku akan ingat itu."
Ibunya kemudian berjalan menuju pintu, namun sebelum keluar, ia berbalik.
"Besok... jika ada waktu, kirim kabar setelah acaranya selesai. Aku ingin tahu bagaimana hasilnya."
Mia mengangguk, tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya.
"Aku pasti akan kabari, Bu."
Malam itu, Mia merasa lebih ringan dari sebelumnya. Meski ibunya mungkin masih butuh waktu untuk benar-benar memahami, ini adalah langkah pertama yang besar. Hubungan mereka belum sempurna, tetapi setidaknya sekarang ada harapan untuk sesuatu yang lebih baik. Dan untuk Mia, itu sudah cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Ujung Pita
Teen FictionPengen tau kisahnya?? staytune 🤍 jangan lupa kasih vote, dan komentar kalian dengan bahasa sebaik mungkin ya. baik berupa kritik maupun saran. thankyou all (・ิω・ิ)ノ