Cerita ini mengalir dengan sangat lembut dan hangat, menggambarkan perkembangan hubungan yang perlahan tetapi bermakna antara Mia dan Arga. Kedua karakter tersebut berada di persimpangan penting, di mana mereka menyadari perasaan satu sama lain namun dengan bijak memilih untuk melangkah perlahan. Ini menunjukkan kedewasaan emosional mereka, di mana mereka tidak ingin terburu-buru, melainkan ingin membangun dasar hubungan yang kuat.
Momen di taman dengan latar belakang senja memperkuat suasana reflektif dan intim, menciptakan suasana yang sempurna untuk percakapan jujur tentang perasaan mereka.
Dialog antara Mia dan Arga juga terasa sangat realistis, mencerminkan kerentanan yang alami ketika seseorang membuka diri tentang perasaan romantis namun juga rasa takut akan perubahan yang mungkin terjadi. Ending yang memberikan kesan kedamaian dan kehangatan benar-benar mengikat cerita dengan manis, meninggalkan kesan bahwa hubungan mereka memiliki masa depan yang cerah meski prosesnya dilakukan secara perlahan.
Setelah malam itu, hubungan Mia dan Arga memasuki fase yang berbeda. Mereka tak lagi hanya sekadar rekan kerja yang menghabiskan waktu bersama untuk proyek kolaborasi. Setiap momen terasa lebih dalam, lebih penuh makna, meski tak ada yang berubah secara dramatis dalam rutinitas mereka.
Hari-hari berikutnya, mereka tetap bertemu untuk mendiskusikan detail pemotretan, membahas konsep, dan merencanakan eksekusi proyek. Namun, ada hal yang berbeda dalam tatapan mata mereka, dalam cara mereka tertawa bersama, dan bahkan dalam keheningan yang kadang muncul di antara mereka. Keduanya sadar bahwa ada perasaan yang tak lagi bisa diabaikan, tapi seperti kesepakatan yang sudah mereka buat, mereka melangkah perlahan.
Suatu sore, setelah mereka selesai memotret di sebuah kafe vintage yang menjadi lokasi favorit Mia, Arga mengusulkan sesuatu yang tidak biasa.
"Mia, akhir pekan ini, bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Aku butuh beberapa foto untuk portfolio, dan aku pikir suasana pantai bisa jadi tempat yang bagus untuk itu. Sekalian kita bisa sedikit bersantai," usul Arga dengan nada santai.
Mia berpikir sejenak.
"Pantai? Kedengarannya menarik. Sudah lama juga aku tidak ke sana. Tapi... hanya kita berdua?"
Arga tertawa kecil.
"Kalau kamu tidak masalah dengan itu, ya. Atau kita bisa ajak beberapa orang lain jika kamu lebih nyaman."
Mia tersenyum, merasa canggung sekaligus antusias.
"Tidak, tidak masalah. Aku hanya kaget dengan ide itu. Aku setuju, pantai sepertinya tempat yang bagus untuk mencari inspirasi."
Hari Sabtu pun tiba. Mia dan Arga berangkat pagi-pagi, menikmati perjalanan dengan suasana yang santai. Saat mereka tiba di pantai, matahari sudah mulai naik dan langit biru membentang tanpa awan. Suara deburan ombak dan aroma laut langsung menyergap indera mereka.
"Aku selalu suka datang ke pantai," kata Mia sambil menatap hamparan air laut yang luas.
"Rasanya seperti semua kekhawatiran hilang begitu saja."
Arga mengangguk.
"Pantai punya cara tersendiri untuk membuat kita merasa lebih bebas. Seolah segala sesuatu yang rumit bisa disederhanakan."
Setelah beberapa saat menikmati pemandangan, Arga mulai mengeluarkan kameranya dan mulai memotret. Mia sesekali membantu, memberikan saran atau sekadar menjadi model untuk beberapa foto. Mereka menikmati momen tersebut, tanpa tekanan, hanya dua orang yang tenggelam dalam keindahan alam dan kebersamaan yang nyaman.
Ketika matahari mulai terbenam, mereka duduk di tepi pantai, kaki mereka menyentuh air yang datang dan pergi dengan ritme ombak.
"Mia, aku merasa semakin nyaman saat bersamamu," ujar Arga tiba-tiba.
"Ini seperti... segalanya terasa lebih mudah saat kamu ada."
Mia menatapnya, hatinya berdebar mendengar kata-kata itu. Ia juga merasakan hal yang sama, tapi seperti yang sudah disepakati, mereka tak ingin terburu-buru.
"Aku juga merasa begitu, Arga," jawabnya lembut.
"Tapi aku senang kita melangkah dengan hati-hati. Rasanya seperti kita sedang membangun sesuatu yang nyata."
Arga tersenyum, matanya memandang ke arah matahari yang mulai tenggelam di cakrawala.
"Ya, aku setuju. Apapun yang kita bangun ini, aku ingin memastikan kita melakukannya dengan benar."
Senja itu, ditemani suara ombak yang tenang, Mia merasa ada sesuatu yang kuat tumbuh di antara mereka. Seperti pantai yang mereka duduki, hubungan mereka dipenuhi ketenangan namun penuh makna, siap menghadapi apa pun yang akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Ujung Pita
Teen FictionPengen tau kisahnya?? staytune 🤍 jangan lupa kasih vote, dan komentar kalian dengan bahasa sebaik mungkin ya. baik berupa kritik maupun saran. thankyou all (・ิω・ิ)ノ