Beberapa bulan setelah keberhasilan proyek internasional yang dipimpin oleh Mia, ia mendapatkan reputasi sebagai salah satu pemimpin proyek terbaik di studionya. Tim yang ia bentuk bekerja dengan solid dan penuh dedikasi, dan hasil akhirnya membuat klien internasional sangat puas. Penghargaan mulai berdatangan untuknya, baik dari dalam studio maupun dari komunitas industri kreatif.
Namun, seiring dengan kesuksesannya, Mia merasakan perubahan dalam hidupnya. Ia semakin sibuk, dan meski bahagia dengan apa yang telah dicapainya, ada momen-momen di mana ia merasa kehilangan keseimbangan. Hubungannya dengan teman-teman lama mulai berjarak karena kesibukannya. Bahkan waktu untuk sekadar beristirahat terasa sangat terbatas.
Suatu malam, Mia duduk di apartemennya yang sepi setelah pulang terlambat dari kantor. Pekerjaan yang tiada henti membuatnya merasa terisolasi. Di tengah-tengah keheningan itu, pikirannya melayang kembali kepada Arga. Sudah lama mereka tidak berbicara, hanya sesekali saling mengirim pesan singkat. Meskipun mereka tidak lagi sering bertemu, Mia tak bisa menghilangkan perasaan hangat yang selalu muncul saat memikirkan Arga.
Sebuah pesan masuk di ponselnya. Mia meraih ponselnya dan melihat bahwa pesan itu berasal dari Arga.
"Hei, apa kabar? Aku dengar proyek terakhirmu sukses besar. Ada waktu luang untuk bertemu?"
Mia terkejut namun merasa senang. Setelah beberapa saat, ia membalas pesannya.
"Halo, Arga. Terima kasih! Aku baik, meskipun sangat sibuk akhir-akhir ini. Mungkin kita bisa bertemu minggu depan?"
Pesan itu diikuti dengan beberapa pertukaran lainnya, dan mereka sepakat untuk bertemu di kafe tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama.
Ketika hari pertemuan tiba, Mia merasa gugup. Ia mengenakan pakaian kasual yang nyaman dan tiba di kafe beberapa menit lebih awal. Tidak butuh waktu lama sebelum Arga muncul. Ia tersenyum begitu melihat Mia, dan perasaan nostalgia serta kehangatan segera menyelimuti mereka berdua.
"Sudah lama sekali," kata Arga sambil duduk.
"Kamu terlihat hebat, Mia."
Mia tersenyum, merasa canggung namun senang mendengar pujiannya.
"Terima kasih, Arga. Kamu juga. Aku dengar proyekmu juga berjalan sangat baik."
Arga mengangguk.
"Ya, aku puas dengan hasilnya. Tapi... aku juga merasa ada yang hilang. Seperti kamu, aku terlalu sibuk sampai melupakan banyak hal penting."
Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Mereka membahas banyak hal pekerjaan, kehidupan pribadi, hingga impian yang dulu mereka bicarakan. Arga menceritakan bahwa setelah beberapa waktu berlalu, ia mulai merindukan kehadiran seseorang yang bisa mendukungnya di luar karier, dan Mia pun merasa hal yang sama.
Di tengah percakapan, Arga menatap Mia dengan lebih serius.
"Mia, aku tahu bahwa kita sudah berjalan di jalur yang berbeda selama beberapa waktu. Tapi jujur saja, aku merasa bahwa aku belum benar-benar bisa melupakanmu."
Mia terdiam sejenak, merasakan debaran jantungnya. Ia juga merasakan hal yang sama, meskipun ia berusaha menyimpannya di dalam hati.
"Arga, aku juga sering memikirkanmu. Tapi aku tidak ingin membuat keputusan yang didasarkan hanya pada perasaan masa lalu."
Arga mengangguk, sepenuhnya memahami apa yang Mia maksud.
"Aku setuju. Aku hanya ingin kita jujur satu sama lain. Mungkin kita tidak harus terburu-buru, tapi aku ingin memberi tahu kamu bahwa aku masih peduli."
Mia tersenyum, merasa lebih ringan.
"Aku juga peduli, Arga. Mungkin kita bisa mulai dengan lebih sering bertemu lagi, tanpa tekanan."
Sejak pertemuan itu, Mia dan Arga mulai membangun kembali hubungan mereka. Mereka sering bertemu untuk makan malam atau sekadar minum kopi di sela-sela kesibukan mereka. Tidak ada tekanan untuk kembali bersama seperti dulu, tetapi perlahan-lahan, kedekatan di antara mereka tumbuh kembali. Mereka berbagi tentang tantangan di karier masing-masing, memberikan dukungan, dan saling mengingatkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Meski mereka belum mendefinisikan hubungan mereka secara jelas, Mia tahu bahwa ia sedang menuju sesuatu yang lebih berarti. Kali ini, ia merasa lebih dewasa, lebih bijaksana, dan lebih siap untuk menghadapi apa pun yang datang di masa depan bersama Arga atau tidak, ia yakin bahwa apa yang mereka miliki akan selalu berharga.
Dan di suatu titik, mungkin cinta mereka akan menemukan tempat yang tepat, ketika mereka berdua sudah siap sepenuhnya untuk menjalani kehidupan bersama. Hingga saat itu tiba, Mia tahu bahwa perjalanan ini adalah bagian penting dari pertumbuhannya sebagai individu yang kuat dan penuh keyakinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Ujung Pita
Teen FictionPengen tau kisahnya?? staytune 🤍 jangan lupa kasih vote, dan komentar kalian dengan bahasa sebaik mungkin ya. baik berupa kritik maupun saran. thankyou all (・ิω・ิ)ノ