Hari-hari terus berlalu, dan Mia menjalani pemulihan fisik yang cukup baik, meskipun ingatannya masih tak kunjung kembali. Arga tetap berusaha mendampingi, namun ia mulai merasa bahwa jarak di antara mereka semakin melebar. Setiap kali mereka bertemu, Mia tampak lebih canggung dan menjaga jarak, seolah-olah perasaan asing terhadap Arga semakin dalam.
Suatu sore, Mia duduk di taman rumah sakit, menatap langit yang mulai berubah jingga. Arga datang dan duduk di sampingnya. Setelah beberapa saat terdiam, Mia memulai percakapan.
"Arga, aku sudah banyak berpikir," katanya dengan nada pelan, namun jelas.
Arga menoleh, memperhatikan ekspresi Mia yang serius.
"Aku tahu kamu peduli padaku. Aku bisa merasakannya, meskipun aku tidak bisa mengingat semua hal yang kita lalui. Tapi aku juga merasa sangat tertekan... karena aku merasa tidak bisa menjadi orang yang sama seperti sebelumnya."
Arga menghela napas, sudah menduga ke arah mana percakapan ini akan berlanjut, namun tetap berharap sesuatu akan berubah.
"Mia, aku tidak peduli berapa lama waktu yang kamu butuhkan. Kita bisa memulai kembali, dari awal jika perlu. Aku hanya ingin bersamamu."
Mia tersenyum tipis, tetapi ada kesedihan di matanya.
"Kamu sangat baik, Arga, dan itu membuatku merasa lebih bersalah. Aku tidak ingin kamu terus menunggu seseorang yang mungkin tidak akan pernah kembali. Aku tidak tahu apakah aku bisa mencintaimu seperti dulu. Saat ini, aku hanya merasa... hilang."
Arga merasa dadanya sesak mendengar kata-kata itu. Namun ia tahu, Mia sedang jujur pada dirinya sendiri, dan itu yang paling penting. Meski perasaan sakitnya tak terlukiskan, ia tahu ia tak bisa memaksakan sesuatu yang tidak Mia rasakan.
"Aku mengerti," jawab Arga dengan suara yang nyaris bergetar.
"Jika itu yang kamu butuhkan, aku akan memberimu ruang. Tapi tolong tahu satu hal: aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi."
Mia menatapnya dalam-dalam, mata mereka bertemu dalam keheningan yang menyakitkan.
"Terima kasih, Arga. Kamu orang yang luar biasa. Aku hanya... butuh waktu untuk mencari tahu siapa diriku sekarang."
Setelah momen itu, Mia memutuskan untuk tinggal bersama keluarganya, jauh dari studio dan lingkungan yang terlalu banyak mengingatkannya pada masa lalu yang tak bisa ia ingat. Arga, meski berat hati, memahami keputusan itu. Mereka berpisah dengan kesadaran bahwa mungkin mereka akan bertemu kembali suatu hari nanti, tetapi untuk saat ini, mereka harus menjalani jalan mereka masing-masing.
---
Beberapa bulan kemudian, Mia memulai hidup baru. Ia mencoba mencari tahu siapa dirinya tanpa bayang-bayang masa lalunya. Sementara itu, Arga perlahan belajar menerima kenyataan dan melanjutkan hidup, meskipun perasaan cintanya pada Mia masih kuat. Mereka berdua menjalani jalan yang berbeda, tetapi tetap ada ruang di hati masing-masing untuk harapan bahwa suatu hari nanti, jika waktu dan takdir berpihak, mereka bisa bertemu kembali entah sebagai teman, atau mungkin lebih dari itu.
Namun, untuk saat ini, keduanya harus fokus pada pemulihan diri mereka masing-masing, memulai lembaran baru dalam hidup yang telah berubah secara tak terduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Ujung Pita
Teen FictionPengen tau kisahnya?? staytune 🤍 jangan lupa kasih vote, dan komentar kalian dengan bahasa sebaik mungkin ya. baik berupa kritik maupun saran. thankyou all (・ิω・ิ)ノ