Bab 7

46 10 0
                                    

"Terkadang perempuan yang telah menikah terlihat seperti burung yang salah satu sayapnya dipatahkan. Tidak bisa terbang bebas. Terbelenggu dalam jeratan sangkar yang membosankan."
*
*

Selamat membaca:)

Kota kecil yang berada di jantung pegunungan Alpen, St

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kota kecil yang berada di jantung pegunungan Alpen, St. Moritz, Swiss kini telah tertutup sempurna oleh salju. Begitu pun danau St. Moritz yang membeku. Mengundang setiap orang yang melintasinya untuk bermain ski atau pun untuk sekedar berjalan di atas permukaan es yang begitu mengkilat. Lampu-lampu kota berkilauan menghiasi setiap jalan yang di penuhi oleh butik-butik dan restoran mewah kelas atas. St. Moritz sungguh menjadi surga yang mewah di musim dingin dengan berjuta keindahannya.

Helaan napas Tavisha mengudara menciptakan awan-awan kecil yang selanjutnya menghilang tertiup angin. Dinginnya St.Moritz kini benar-benar menusuk. Menyusup ke dalam tulang, tatkala Tavisha menginjakkan kakinya keluar dari mobil yang menghantarkannya menuju hotel. Tempat penginapan mereka berada.

Tavisha lebih mengeratkan jaketnya. Ia sedikit melebarkan langkahnya untuk menyeimbangi langkah jenjang Arkan. Pria itu sama sekali tidak menoleh-kan pandangan ke arahnya, ia seolah tengah berpergian sendiri tanpa membawa buntut seperti Tavisha. Kemudian Seorang personal attendant menyambut kedatangan mereka di lobi utama. Kini Arkan terlihat tengah berbicara dengannya, sementara Tavisha terdiam sembari mengamati interior hotel. Tidak memperdulikan apa yang mereka bicarakan, tentu saja, karena Tavisha tidak memahami apa yang tengah mereka bicarakan.

Tavisha menunduk begitu merasakan jemari Arkan menyelusup di sela-sela jari mungilnya. Jari-jari mereka saling bertautan, berbagi kehangatan dalam kedinginan. "Bisa hilang kamu kalau saya biarkan," ujar Arkan sembari menarik Tavisha untuk mengikutinya. Sebab apabila Arkan tidak menggenggam tangan perempuannya itu, dia akan terus sibuk memperhatikan sekelilingnya. Dan berakhir tertinggal.

Tavisha memutar bola matanya malas. "Aku bukan anak kecil," ujarnya sembari mencoba melepaskan genggaman tangan mereka.

"Sudah, begini dulu sebentar. Nanti saya juga yang repot cariin kamu kalau tertinggal." Arkan kembali mengeratkan genggaman tangannya.

Tavisha ingin menimpali perkataan pria itu, tapi rasa lelah dari perjalanan panjang mereka saat ini jauh lebih mendominasinya.

"Terserah."

Personal attendant tadi menuntun mereka berdua untuk memasuki lift kemudian lift berhenti di lantai lima. Selama perjalanan menuju kamar mereka William— personal attendant memberikan banyak informasi lebih terkait fasilitas hotel dan lingkungan sekitar.

Tavisha hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon untuk semua penjelasan yang William berikan, karena selebihnya dia tidak mengerti apa pun yang pria itu jelaskan. Bukan karena Tavisha begitu bodoh dalam berbahasa Inggris, salahkan saja William yang berbicara dengan accent british nya. Membuat Tavisha dengan kemampuan dasar dalam berbahasa inggris, kepusingan sendiri.

Sebatas KewajibanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang