Bab 14

64 10 2
                                    

"Saya hanya ingin memenuhi tanggung jawab saya kepada kamu. Dan bentuk dari tanggung jawab itu termasuk dengan menjaga kamu dari mata jelalatan dunia malam yang memandang kamu dengan penuh kekaguman."
~Arkan Sekantala Rahardja~
*
*
Selamat membaca :)

Seharusnya Tavisha tidak pernah lagi menginjakkan kaki di tempat seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharusnya Tavisha tidak pernah lagi menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Dia seharusnya merasa jera atas tindakannya beberapa hari yang lalu, namun lihatlah sekarang. Wanita itu justru telah mendudukkan dirinya di sebuah ruang VIP salah satu klub malam mewah di ibu kota. Akan tetapi sepertinya kali ini cukup berbeda, pasalnya Tavisha tidak berniat sama sekali untuk kembali meminum minuman beralkohol itu, sekalipun lawan bicaranya telah beberapa kali menggoda ia untuk segera mencicipinya. Di hadapan wanita itu hanya tersedia segelas air putih yang sama sekali belum ia teguk.

Tavisha menatap datar pada lawan bicaranya yang tengah menengak cairan merah di gelasnya. Ntah sudah kali keberapa. Ia tidak ingat dan tidak perduli sama sekali dengan perbuatan perempuan itu. Dan lagi sepertinya perempuan itu memiliki toleransi yang cukup tinggi untuk menghabiskan botol minuman tersebut terlihat dari dia yang masih mampu duduk dengan tegak di kursinya sampai saat ini. jadi Tavisha tidak perlu mengkhawatirkannya. Perempuan itu akan baik-baik saja. Perempuan yang telah dengan sengaja memberikan syarat pada Tavisha untuk menemuinya di tempat seperti ini.

"Seharusnya lo udah curiga dari awal. Kenapa pria Rahardja seperti dia mau mengajak anak modelan kaya lo menikah. Well lo pasti udah tahu sendiri kriteria menantu mereka seperti apa. Perempuan yang berpendidikan, cantik, punya citra dan masa lalu yang baik. Yang paling penting mereka punya bibit bobot yang jelas," Perempuan itu menjeda perkataannya. Ia menelisik Tavisha dari bawah sampai atas. "Dan gue gak berhasil menemukan yang terakhir itu di lo."

Perkataan yang tajam itu sepantasnya melukai Tavisha. Namun rasanya untuk apa merasa terluka? Toh yang dikatakan perempuan itu benar juga.

"Ah benci banget gue liat muka lo yang tetap adem itu, padahal gue udah ngomong sepedes ini. Ternyata lo masih belum sembuh juga. Ngomong-ngomong kenapa lo gak lanjutin pengobatan lo?"

"Aku lebih suka seperti ini," jawab Tavisha dengan tenang.

"Ah Tentu saja, karena kalau lo sembuh lo pasti gak bakal sanggup rasain semua sakitnya," ledeknya dengan sebuah seringai tipis.

Tavisha hanya tersenyum sebagai balasan. Kemudian keduanya terdiam selama beberapa saat. Perempuan itu memainkan minuman di cangkirnya sembari memperhatikan Tavisha.

Kehidupan perempuan yang dulu pernah berada di bangku universitas yang sama dengannya itu tampak semakin menyedihkan. Nirmala masih ingat sebesar apa kebenciannya pada saat itu kepada Tavisha. Perempuan yang telah berhasil bertahta di hati lelaki pujaannya. Sampai Nirmala selalu menanti kehancuran dari perempuan itu, tanpa ia tahu kalau perempuan itu sudah lama hancur dan melebur jauh sebelum ia mengharapkannya.

Sebatas KewajibanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang