Bab 15

40 6 0
                                    

"Menjadi yang terakhir pun bukanlah masalah, selama kewajiban aku musnah dengan menikah."
~Naraya Tavisha Widyaningtyas~
*
*
Selamat membaca:)

"Aw perih-perih," Rintih wanita itu, yang sudah berkaca-kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aw perih-perih," Rintih wanita itu, yang sudah berkaca-kaca. Bahkan buliran di pelupuk matanya itu bisa meluncur kapan saja.

"Bisa pelan-pelan gak si ngobatinnya? Keliatan banget gak ikhlas bantuinnya," omelnya sembari menjauhkan tangan Arkan dari bibirnya.

"Ini saya sudah pelan-pelan Naraya," jawabnya dengan sabar. Arkan hendak kembali mengobati luka di bibir wanita itu namun Tavisha dengan segera menghentikannya.

"Udahan aja. Keburu ngantuk aku diobatin sama kamu. Lelet banget."

Pria itu menghela napasnya lelah. Berhadapan dengan perempuan memang selalu salah. Bahkan belum beberapa menit yang lalu wanita itu sendiri yang mengatakan supaya pelan-pelan untuk mengobatinya dan sekarang wanita itu juga yang memprotesnya kalau ia lama.

"Biar saya selesaikan lebih dulu. Bibir kamu bisa infeksi kalau tidak segera diobati."

Tavisha menatap dengan sebal ke arah pria itu. Netranya memandang Arkan dengan sinis. "Ini juga gara-gara ulah kamu. Ngapain coba sampai tarik-tarik kaya tadi? Aku juga kan yang harus ngerasain sakitnya. Selalu aja perempuan yang menanggung ulah dari perbuatan kalian."

"Iya, saya yang salah. Saya minta maaf sama kamu, karena udah bikin bibir kamu kaya gini. Kamu mau kan maafin saya?" Arkan berujar dengan lembut.

Melihat Pria itu yang memandangnya dengan penuh keteduhan. Membuat Tavisha luluh dan dengan spontan menganggukkan kepalanya. "Aku maafin. Tapi jangan lagi-lagi kamu kaya gitu. Gak suka banget aku sama yang kaya tadi. Paham kan kamu?"

"Iyya saya paham Naraya," jawabnya. "Sudah sini lukanya biar saya obatin lagi," Arkan kembali mencondongkan tubuhnya ke arah wanita itu.

Tavisha menurut. Ia membiarkan Arkan kembali mengoleskan salep pada bibirnya. Sudah seharusnya Arkan bertanggung jawab akibat perbuatannya. Sebab karena ulah dari pria itulah yang membuat bibir Tavisha sampai berdarah.

Tavisha memfokuskan netranya pada Arkan. Pria itu mengobati Tavisha dengan telaten. Ia dengan lebih hati-hati mengoleskan salep pada bibir Tavisha yang masih sedikit bengkak itu.

"Sudah selesai," ungkap Arkan tidak lama kemudian.

Tavisha dengan cepat mengalihkan atensinya. Wanita itu beranjak dari sofa. Ia beralih menuju meja rias yang terletak di samping ranjang.

"Ini pagi bisa gak udah hilang bekasnya? Malu banget aku kalau harus pergi ke kantor kaya gini." Tavisha berujar sembari melihat pantulan dirinya dari sebuah cermin besar.

"Kamu masih belum memberitahu mereka tentang status baru kamu?" Tanya Arkan to the point. Pria itu memperhatikan Tavisha masih dengan posisi duduknya.

Sebatas KewajibanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang