Meninggalkan Seoul dan segala kenangan nya tidak pernah menjadi mudah, selalu terbayang setiap saat bagaimana berbagai peristiwa terjadi diluar kendali manusia.
Aku memang tidak diinginkan, lagi. Satu-satunya hal yang membuat ku bertahan adalah Yooyeon eonnie, dialah sosok malaikat pelindung yang selama ini menjaga dan menyayangi ku dengan sangat baik. Maka dari itu, aku bertekad untuk bertahan agar bisa menjaga nya selalu, membalas segala kebaikan nya dengan apa yang ku bisa.
Berlin semakin berkembang pesat tahun demi tahun dan baru saja meresmikan seorang pemimpin baru, bertepatan dengan moment kelulusan di universitas. Memang, waktu begitu cepat berlalu, seperti sebuah meteor yang melesat dengan kecepatan tinggi menembus batas bumi.
Aku berhasil menyelesaikan study strata dua di salah satu universitas Berlin, lulus dengan predikat Cum Laude. Dulu, saat masih bersekolah, Yooyeon eonnie yang membiayai semua kebutuhan karena dia melarang ku melakukan pekerjaan paruh waktu. Eonnie terhebat ku hanya menginginkan ku belajar dengan tekun, agar bisa membuktikan pada Nenek bahwa aku bisa menjadi anak yang membanggakan.
Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, aku kembali mengajukan permohonan pada Eonnie agar dapat bekerja paruh waktu. Rasanya terlalu egois jika aku hanya menumpang hidup di rumah nya, karena aku sadar biaya kuliah itu cukup besar meskipun aku berhasil mendapatkan beasiswa. Dengan berbagai cara membujuk, akhirnya Yooyeon Eonnie mengizinkan ku bekerja dengan syarat ia yang mencarikan pekerjaan tersebut.
Dan, inilah hasilnya... Sudah hampir 7 tahun aku bekerja sebagai di sebuah perusahaan jasa pengiriman. Prosesnya cukup rumit karena dulu aku hanya melamar menggunakan CV sekolah, posisi yang pertama kali ku dapatkan adalah staff umum. setelah berhasil menyelesaikan strata 1 barulah aku mengajukan kenaikan jabatan, bekerja dengan sepenuh hati hingga di angkat menjadi seorang Manager.
Ini hanya sementara karena rencana ku di awal adalah memiliki perusahaan pribadi, yang didirikan dari hasil jerih payah sendiri. Mungkin, aku akan memulainya dari hal kecil atau mungkin dari titik 0.
Di Berlin aku memiliki dua orang teman dekat, mereka penduduk asli Berlin, tapi sangat menghargai ku sebagai seorang pendatang. Hubungan ku dengan Sullin masih terjalin dengan baik, dia sering menyambangi ku disini, terkadang datang bersama keluarga nya.
Bukan nya enggan mengunjungi rumah Sullin di Korea, hanya saja aku tidak ingin kenangan itu menusuk lebih dalam. Yooyeon Eonnie cukup sering pulang ke Korea saat long weekend, sebenarnya dia sering kali mengajak, tapi aku selalu belum siap, entah akan sampai kapan.
"Apa kau tidak ingin membagikan nomor baru mu pada teman lama mu di Korea? hanya Sullin dan Chaewon yang memiliki nya." Yooyeon Eonnie menghampiri ku yang tengah berkutat dengan sebuah project karya seni.
Akhir pekan kali ini Eonnie tidak kemana-mana, memilih menghabiskan waktu di galeri bersama ku.
"Memang aku harus membagikan nya pada siapa lagi?" Aku tak terlalu antusias, hanya fokus pada sebuah lukisan yang akan ku gabung dengan karya tulis.