Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Apakah semua ini hanya mimpi buruk? jika ya, ku harap Tuhan segera datang untuk membangunkan ku. Keadaan ini terlalu gelap, aku bernafas dalam sesak, semuanya masih sulit untuk ku cerna.
Setelah obrolan mendalam dengan Kim Yooyeon, aku merasa semakin kehilangan arah. Dia banyak memberikan kalimat positif meski merasakan kecewa yang sama, Yooyeon menyerahkan keputusan pada ku, apakah akan menerimanya kembali atau tidak.
Memang, aku sangat membenci apa yang telah Appa lakukan di masa lalu. Sikap nya membuat ku trauma dan tumbuh menjadi manusia tanpa rasa yang tidak percaya akan adanya cinta, menyedihkan, sebesar itu dampak yang hadir dari hasil pertikaian orangtua.
Satu yang terus mencuat dari hati terdalam ku saat ini hanyalah sebuah kedamaian, sangat munafik jika aku tidak membutuhkan kasih sayang dan cinta. Aku ingin merasakan nya seperti manusia lain, aku ingin membebaskan jiwa yang selama ini terkekang usang. Tapi, bagaimana cara memaafkan nya? sedangkan aku baru mengetahui kabar jika ibu ku telah meninggal dunia dua puluh tahun yang lalu, dalam kecelakaan pesawat yang bahkan raga nya tak dapat ditemukan badan penyelamat.
Hidup ku sudah hancur, yang tersisa hanyalah dua pilihan sulit, yakni menerima nya kembali dan hidup bersama trauma atau menolak nya dan pergi menjauh entah kemana. Sudah hampir satu pekan tak keluar dari rumah, pekerjaan di kantor ku serahkan pada Hyerin, ku pikir dia bisa menangani nya dengan baik.
Mungkin puluhan atau ratusan pesan serta panggilan telepon sudah memenuhi ponsel, aku tidak memberikan respon sama sekali.
🔔🔔🔔
Ku dengar bel rumah berdering beberapa kali, terlalu malas untuk beranjak dari tempat tidur. Aku hanya memantau nya dari cctv, terlihat dia berdiri di depan rumah, menoleh ke kiri dan ke kanan, mungkin mengecek keadaan sekitar yang memang sangat sepi.
Karena iba, mau tak mau aku beranjak dari kasur, menghampiri nya di depan rumah. Dia tersenyum cerah, langsung memeluk tanpa berbicara apapun. Moment canggung terjadi sekejap, setelah nya dia melepaskan pelukan, menatap ku penuh harap.
"Bagaimana keadaan mu, Sohyun-a?" tanya nya pelan.
"Baik.." Jawab ku singkat, entah kenapa rasa canggung itu masih ada, setelah mengetahui bahwa kami bersaudara tiri.
"Aku senang akhirnya kau membuka pintu, jangan terpuruk lagi... Selain sahabat, sekarang kita adalah saudara, keluarga. Ku pikir peristiwa menyakitkan itu ada nilai baik di balik nya, aku berharap kau bisa berdamai dengan keadaan meskipun itu sulit." Ucap nya sedikit tersendat, kebiasaan nya masih sama, ada maksud di balik binar mata nya.
"Ku harap begitu, ini terlalu sulit untuk di atasi. Aku sudah berkepala tiga, kembali dipertemukan dengan seorang ayah yang telah pergi sejak masih anak-anak, rasanya asing dan canggung.." Ucap ku cemas. Beberpa hari terakhir sejak memutus sosialisasi, aku merasa lebih lega, hanya saja masih belum bisa mencerna semuanya dengan baik.