Kamu dan Novel

PROLOG

Aku selalu mengamatinya sejak mataku menangkap sosoknya pertama kali ia memasuki perpustakaan nasional ini. Tubuh tegap, rambut cokelat gelap dengan mata cokelat bersinar keemasan. Bibirnya sangat merah untuk seukuran pria. Tapi bagiku itu sangat sexy! Oh, astaga!! Kedatangannya membuat fokusku pada ketikan novel di laptopku porak poranda. Satu kata yang tepat untuk pria itu, Tampan.

Aku bergidik. Tidak boleh! Aku harus mendapatkan kembali moodku untuk melanjutkan ceritaku. Aku menghela nafasku. Kuputuskan untuk membaca ulang cerita yang sudah kuketik agar aku kembali masuk dalam alur cerita itu. Sial! Aku tidak mendapatkannya. Pria itu sangat menarik bagiku. Apa ini efek karena di usiaku yang menginjak 23 tahun tapi belum pernah pacaran? Kepalaku menggeleng keras. Ini tidak waras. Flavie Morisson tidak membutuhkan ini bukan? Ya, yang aku butuhkan hanya ide untuk membuat sebuah novel yang setidaknya layak terbit. Aku, sang pemimpi untuk menjadi seorang penulis.

Flavie Morisson

Satu alasan membuatku memarkirkan mobilku di depan perpustakaan nasional begitu selesai meeting. Aku bukan seorang mahasiswa tentu saja. Tapi bukan masalah kan jika aku masuk ke sana? Bukankah ini tempat umum?

Aku mengedarkan pandanganku pada lorong-lorong yang tercipta dari susunan rak buku. Mataku mencari buku-buku mengenai psycology. Sebenarnya aku tidak tertarik dengan bacaan berat itu. Tapi keadaan memaksaku. Aku menarik salah satu buku kemudian mencari tempat duduk untuk membaca buku itu. Awalnya aku tidak peduli dengan siapa aku duduk di meja itu. Tapi tatapannya sangat mengangguku. Aku menegakkan kepalaku dan mendapati sepasang mata biru begitu cantik sedang tidak fokus pada pekerjaannya. Matanya terus menatapku. Aku bilang dia bahkan tidak menyadari gerakan mataku untuk menyadarkannya. Gadis yang aneh. Sudut bibirku tertarik ke atas, mengeluarkan sebuah tawa kecil yang akhirnya membuat dia gelagapan.

Levine Jason Russel.