Flavie mengernyit ketika Levine menghampiri rak buku yang seluruhnya berisi tentang psycology. Dia bahkan mengambil beberapa buku yang tebalnya sampai 5 inch dan meletakkannya di hadapan Flavie. Pria itu hanya mengulum senyum ketika Flavie memberinya tatapan penuh tanya.
"Untuk apa?" tanya Flavie akhirnya ketika Levine mengambil salah satu buku dan membukanya.
"Bantu kamu lanjutin novel."
"Tapi aku tidak membutuhkan ini. Kalaupun aku membutuhkan buku itu tentu saja tentang kepenulisan bukan limu berat semacam ini." Flavie menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia bingung dengan apa yang ada di benak Levine saat ini. Dia terlalu pintar atau Flavie sendiri yang bodoh. Sejak kapan pula masalah kepenulisan berganti di buku psycology. Flavie mengembuskan napasnya perlahan. Ia lebih memilih berhadapan dengan laptopnya dari pada melihat buku-buku tebal itu.
Jemarinya mulai merangkaikan kata-kata yang terlintas di otaknya. Ide kali ini begitu lancar mengalir sampai dia menghasilkan hampir 600 kata dalam sekali ketik. Dia mentargetkan per-babnya memakan 2.500 kata. Tidak terlalu panjang dan tidak terlalu singkat.
"Kau mau tahu kenapa aku mengambil buku-buku ini?" tanya Levine membuat Flavie mengangkat wajahnya dari layar laptopnya.
"Hm? Fine, kenapa?" tanya Flavie pelan.
"Kalau aku menceritakan ini, apa kau bisa berjanji?"
"Janji?" Flavie mengerutkan keningnya.
"I wanna tell you something. But you first promise me."
"Promise?"
"Be mine."
Flavie membelalakkan matanya. Be mine? Apa maksudnya? Sejurus dia menatap Levine, mencari maksud yang tersembunyi dari pria yang kini menjadi favoritnya sejak pertama dia melihat pria ini. Yang dilihat hanya menaikkan alisnya sebelah sambil tersenyum rahasia.
"Be mine?" gumam Flavie bernada tanya.
"Ya. Kenapa?"
"In a relationship?"
"Tentu saja. Ada yang salah?" Levine terlihat menahan senyum gelinya.
Flavie mengatupkan mulutnya. Sementara pikirannya mulai bekerja menganalisa apa yang Levine maksudkan, untuk serius atau sekedar have fun. Lalu sejauh mana dia mengenal pria ini begitupun sebaliknya.
"Ck! Lamanya mengenal tidak menjamin seseorang itu baik untuk kita atau tidak. Banyak kasus dimana seseorang baru bertemu dan mereka langsung menikah."
"Ya. Kau benar. Tapi dalam kasus ini...,"
"Karena kamu menarik. Kurasa itu cukup untukmu." Levine memotong kalimat Flavie.
Flavie mendesah singkat. Selama ini dia banyak merangkai kata untuk novel-novelnya. Tapi sekarang dia tidak memiliki satu kata pun untuk menyanggah apa yang Levine katakan. Di luar logikanya, mulutnya malah meluncurkan kata OK! dengan lirih.
Terlihat Levine menaikkan alisnya sebelah. Tak lama kemudian senyum memabukkan khas dirinya mengembang sempuran. Flavie menelan ludahnya dalam diam sambil membatin bagaimana bisa dia mampu mengingkari sepotong hatinya yang sudah dicuri oleh pria itu sejak dia melihatnya.
"Jadi?" Flavie menatap Levine. Kali ini dengan tatapan seriusnya.
"Wow, seperti yang kukenal. Kau selalu tidak sabaran, Nona," ejek Levine membuat Flavie mendengus sebal.
"Seperti yang kukenal, Tuan Levine. Kau sangat menyebalkan," balas Flavue dengan sinisnya.
"Ya. Tapi semua orang tahu, aku sangat sayang untuk tidak dirindukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu dan Novel
ChickLitTentang Levine Jason Russel (Levine)--CEO muda-- yang akhirnya menjatuhkan pilihannya pada Flavie Morison (Vie)--Penulis novel romance-- cover by: @phantomID *yang nunggu-nunggu abang Levine, adik dari Abang Esen, ini diaa.. Juni 2017