Taman kota? Kening Flavie mengkerut begitu mobil yang ia tumpangi menepi di taman kota yang didominasi oleh pohon mapple. Seorang pria tua yang kata Levine bernama Paman Surya keluar membukakan pintu. Masih belum mengerti kenapa pria itu membawanya kemari. Flavie terbengong menatap keluar sana. Sinar-sinar jingga khas senja mewarnai taman kota, menambah keindahan.
"Apa kau akan menghabiskan waktumu untuk melamun di sini?" Sebuah suara membuatnya tergagap. Ia mendapati kerutan tak suka dan alis terangkat dari pria itu.
Flavie meringis singkat. Entah sejak kapan pria itu sudah keluar dari mobil. Ia pun beringsut keluar. Tangannya meraih tas ranselnya yang cukup berat.
"Tinggal saja di dalam. Aku tidak akan menyukai kalau kau melanjutkan pekerjaanmu di sini. Nanti saja lain kali kalau kau memang mau melanjutkan di sini."
"Oh?"
"Iya. Ayolah."
Flavie mengangguk. OK. Ia tau benar bagaimana Levine meski ia baru tiga minggu mengenal Levine. Pria dengan segala keanehannya yang membuatnya kecanduan ingin selalu berdekatan dengannya. Padahal pria itu sangat asing tapi hatinya merasa sudah mengenal lama. Flavie mengulum senyumnya tanpa sadar. Tapi kemudian genggaman hangat di tangannya membuatnya tersadar.
Ia mendapati pria itu berdecak. Untuk kesekian kalinya ia tertunduk malu, kedapatan melamun di hadapan pria itu. Ia kemudian melangkah mengikuti langkah lebar pria itu. Apakah setiap pria memiliki langkah yang lebar? Flavie bersungut dalam hati. Ia agak kesulitan menyamai langkah Levine.
"Makanya, lain kali jangan memikirkan hal yang lain saat bersamaku. Apalagi kalau kau berani memikirkan pria lain, aku -akan -membuatmu menyesal," bisiknya rendah, membuat Flavie bergidik. Dia --pria yang menyeramkan. Bukan! mengintimidasi-nya.
"Engh.."
Pria itu tertawa kecil. Tangannya bergerak mengacak rambut Flavie dengan sedikit gemas.
"Aku becanda! Tidak perlu takut seperti itu. Tapi --" Ia menggantungkan kalimatnya. Matanya melirik jenaka.
"Apa?" Flavie sedikit mengangkat wajahnya hingga matanya bertemu dengan manic mata coklat keemasan itu.
"Aku tidak keberatan jika nanti itu kulakukan padamu. Benar-benar akan kulakukan jika kau mengulanginya lagi."
"Kenapa?" tanya Flavie tanpa sadar.
"Gadis nakal!"
"Hey!" Flavie mendelik tidak terima.
Langkahnya terhenti seketika saat pria itu membawanya mendekati sebuah bangku besi berwarna tembaga di bawah pohon mapple. Tanpa sadar ia menggigit bibirnya. Perasaannya seperti terseret pada beberapa minggu lalu saat pertama kali ia mendapatkan ide untuk cerita barunya. Perasaan sesak dan kasihan pada sosok pria. Bagaimana kabar pria itu? Apa dia sudah baikan? Ouh, entah kenapa Tuhan seakan melenyapkan pria itu tiba-tiba. Ia bahkan sudah mencari ke pelosok-pelosok kota demi untuk bertemu dengannya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Nona Flavie?"
Suara rendah pria itu menbuatnya terperanjat. Terlebih saat mendapati wajah pria itu sangat dekat dengannya. Ia bahkan bisa merasakan terpaan hangat nafas Levine yang mengeluarkan aroma mint.
"Tidak," jawab Flavie pelan seiring tubuhnya yang tiba-tiba melemas saat tangan kokoh itu menarik pinggangnya.
"Kamu tidak bisa membohongiku, Nona," ucapnya dengan tatapan memperingatkan.
Tatapannya sungguh membuat Flavie seakan menciut seketika. Dia --lebih menakutkan dari seorang Hulk.
"Aku--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu dan Novel
ChickLitTentang Levine Jason Russel (Levine)--CEO muda-- yang akhirnya menjatuhkan pilihannya pada Flavie Morison (Vie)--Penulis novel romance-- cover by: @phantomID *yang nunggu-nunggu abang Levine, adik dari Abang Esen, ini diaa.. Juni 2017