Bab 12

11.1K 1K 56
                                    

Levine termenung duduk di belakang meja kerjanya. Percakapannya dengan Mister Brien selesai meeting tadi membuatnya memikirkan gadis itu yang bahkan ia sendiri belum pernah menemuinya.

Namanya Arleena Silvara O'brien. Gadis itu berusia 25 tahun. Menghilang begitu saja sekitar 3 tahun yang lalu karena menolak akan dijodohkan dengan anak rekan kerja ayahnya, Arsy El Pasha. Berondong, satu tahun lebih muda darinya tapi sangat bertanggungjawab.

Dia dulu seorang penulis lepas sebelum akhirnya berhenti dari dunia kepenulisan. Selentingan kabar terdengar bahwa salah satu anak buah Mister Brien melihatnya di sebuah jalanan kota Sydney. Sampai kemudian Mister Brien memutuskan untuk mendatangi sebuah bisnis sambil mencari keberadaan anak tunggalnya.

Arleena Silvara. Sekali lagi Levine menggumamkan nama itu. Namanya tidak asing. Levine menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi keberasannya, menarik nafasnya dalam-dalam.

"Mungkin kalau Mister Brien menunjukkan foto putrinya, aku bisa tahu," gumamnya lagi.

Perhatiannya kembali tersita oleh dering telfon dari ponselnya. Tangannya segera meraih ponsel yang tergeletak di meja kerjanya.

Mommy?

"Kenapa, Mom?" tanya Levine sambil membetulkan letak duduknya.

"Vine, kamu masih meeting?"

"Sudah selesai. Ada apa, Mom?" Levine tahu kalau Anna menanyakan ini pasti ia disuruh keluar sebentar.

"Oh? Syukurlah. Begini, Vine. Mommy masih di cafe sama Leon. Tadi Mom meninggalkan dia bersama bibi Em di rumah. Tapi barusan Bibi Em telfon kakakmu tidak ada di sekitaran rumah. Dan..,"

"Dan apa, Mom?" tanya Levine tidak sabaran.

"Dia membawa mobilnya," jawab Anna pelan.

Astaga!! Levine mengusap wajahnya pelan. Tubuhnya merosot lemas seketika. Masalahnya selama di kondisi buruknya, kakaknya tidak pernah menyentuh apapun yang membahayakan.

"Aku akan mencarinya, Mom."

"Jangan beritahu Daddy. Nanti Daddy-mu akan panik."

"I know, Mom. Okay, Levine berangkat sekarang, Mom."

Tanpa banyak kata, Levine segera beranjak sambil menelpon Paman Surya untuk bersiap di depan Lobby. Tidak lupa ia meninggalkan pesan pada PA-nya untuk menghandle sebentar pekerjaannya.

"Ke mana, Nak?" tanya Paman Surya sambil melajukan mobilnya.

"Jalan saja, Paman. Kemanapun. Kakak menghilang dengan mobilnya."

"Astaga! Semoga Tuhan melindunginya, Nak. Kita akan menemukannya segera."

"Terima kasih, Paman."

Mata Levine bergerak liar menyapu setiap sudut jalanan mencari sebuah mobil milik kakaknya. Dia yakin kakaknya belum terlalu jauh perginya.

"Apa ada seseorang yang ingin ia temui barang kali?" tanya Paman Surya memecah keheningan.

"Aku belum tahu, Paman. Tapi sejak semalam dia menyandera laptop milik temanku."

"Teman wanitamu?"

"Hm."

"Apa dia membawa kamera juga?"

"Tidak tahu. Paman seperti detektif saja," sungut Levine mencebikkan bibirnya.

"Mantan, Nak. Kau jangan melupakan itu."

"Ya, baiklah. Mantan, Paman," gumam Levine mengerling jenaka.

Pria tua itu tertawa bersamaan dengan Levine.

Kamu dan NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang