Wanita itu datang selang beberapa saat. Flavie mengembangkan senyumnya ke arah wanita itu. Dia melihat bagaimana Sheva terkejut melihat pria yang sedang bersamanya. Ada kecanggungan di wajah cantik Sheva saat matanya bertemu dengan mata coklat milik pria itu.
"Okay, sepertinya yang kau cari sudah datang. Dan --aku harus pergi sekarang," ucap Flavie berusaha memecah keheningan.
"Vie?" panggil Sheva gugup saat Flavie beranjak dari duduknya.
"Hm? Aku --harus melanjutkan novelku, Sheva. Please, aku gagal terbit musim ini. Dan aku tidak mau melewatkan musim besok. Okay?"
"Tapi?"
Flavie mengembuskan nafasnya. Sejujurnya dia masih ingin di sini, menggali informasi tentang pria itu sebanyak mungkin mumpung dia bertemu dengan pria itu untuk bahan ceritanya. Tapi --dia berpikir, nanti saja. Karena Sheva lebih merindukan pria ini.
"C'mon...," Flavie membungkukkan badannya dan berbisik di telinga wanita itu, "Aku tahu kau merindukan pria ini. Jangan membuang-buang kesempatan yang kuberi. Dia datang ke rumahku tiba-tiba. Dan aku tidak tahu dia akan datang lagi atau tidak. Kau mengerti?"
"Oh? Okay..., aku...."
"Selamat bersenang-senang," ucap Flavie sambil mengedipkan matanya kemudian melangkah pergi. Ia sempat mendengar pria itu memanggilnya tapi ia mencoba untuk mengacuhkannya. Dia milik Sheva dan Flavie sudah punya sendiri.
"Nona Flavie!"
Suara dingin berseru memanggilnya membuat Flavie berhenti mendadak. Terdengar suara langkah mendekat. Hidungnya mulai mencium wangi parfum yang dia kenal. Kenapa ada dia di sini? Ah, dia selalu ada dimana-mana. Sebenarnya apa yang dia kerjakan sehari-hari?
"Ikut aku!"
"Ah? Kemana?" tanya Flavie bingung ketika Levine menarik tangannya. Terasa begitu hangat dan lembut. Kulitnya halus seperti tangan perempuan.
Pria itu tidak menjawabnya. Dia terus menggenggam tangan Flavie menuju ke mobilnya. Di dalam mobil sudah menunggu sopirnya yang seorang Pak Tua. Flavie lupa siapa namanya.
"Jadi kau sudah bertemu dengan pria yang kau cari?" tanya Levine datar.
"Iya. Memangnya kenapa?" Flavie menyipitkan matanya, menoleh menatap pria itu.
"Kenapa? Aku kan sudah berjanji akan membantumu!"
"Masalahnya aku tidak mencarinya. Dia datang sendiri ke flatku. Terus kenapa?"
Dilihatnya Levine memejamkan matanya erat. Ia sedikit menggeram lalu menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Flavie sedikit terkejut dengan reaksi pria itu. Apa yang salah darinya?
"Bagaimana dia bisa tahu alamat flatmu?" Dia mengembuskan nafasnya singkat. Matanya menatap lurus Flavie.
Sebenarnya Flavie agak takut mendapat tatapan seperti itu dari seorang Levine. Dia benar-benar membuat Flavie merasa bersalah dengan sebuah kesalahan yang ia tidak tau dimana letaknya.
"Aku tidak tahu. Terus kenapa kamu di taman? Bukannya kamu seharusnya berada di kantor?" tanya Flavie menatapi Levine penuh tanya.
"Ada urusan. Tadi sekilas aku melihatmu. Dan ternyata benar."
Entah memang benar atau hanya perasaannya saja, Flavie merasa nada bicara Levine datar dan singkat. Flavie terdiam sibuk memikirkan kesalahan apa yang membuat pria ini jadi dingin padanya. Tapi kemudian dia terkejut dengan ucapan Levine.
"Okay, lupakan!"
Flavie menegakkan wajahnya. Dia menoleh menatap Levine. Sedikit berdesir saat melihat pria itu mengembangkan senyum tipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu dan Novel
ChickLitTentang Levine Jason Russel (Levine)--CEO muda-- yang akhirnya menjatuhkan pilihannya pada Flavie Morison (Vie)--Penulis novel romance-- cover by: @phantomID *yang nunggu-nunggu abang Levine, adik dari Abang Esen, ini diaa.. Juni 2017