Sepasang mata itu terlihat kuyu. Kantung matanya tercipta jelas. Dia berdiri di pintu yang sudah di buka dengan segenap kepasrahannya. Dia seperti seorang narapidana yang baru saja kabur dan saat ini menyerahkan diri.
Dia menatap setiap pasang mata lalu depan, seakan siap kalau dunianya akan berakhir sebentar lagi. Tapi dia tidak memperhatikan tatapan kagum dari setiap pasang mata. Matanya lalu berhenti saat mendapati Levine juga menatap dirinya, duduk di barisan paling depan bersama seorang wanita yang dia takuti keberadaannya. Bukan wanita itu membencinya. Tapi dia dan rasa bersalah terhadap wanita itu, ratu dari keluarga Russel, yang membuat ketakutannya membelenggu hingga kini. Sekalipun pria itu sudah meyakinkannya.
Levine berinisiatif untuk berdiri. Tapi dilihatnya gadis itu menarik napasnya dalam-dalam di antara matanya yang tertutup rapat sebelum akhirnya melangkah maju. Dia melihat ada gemetar yang berusaha gadis itu sembunyikan.
"Kau akan melihat bagaimana aku akan tamat," desis Flavie begitu lewat di hadapannya.
"Aku masih di sini. Dan kuharap kau bisa kembali," balas Levine berbisik tajam di antara gemuruh di dadanya. Gadisnya yang keras kepala, tidak akan pernah berubah. Dia juga tidak melewatkan bagaimana sepasang mata biru itu begitu sembab.
Dia melihat Flavie tersenyum kecut. Kemudian menghampiri Sheva yang tadi mewakilinya juga beberapa orang dari penerbit itu yang menyelenggarakan acara ini. Tangannya terlihat gemetar saat menerima mic untuk sekedar berbicara atas novelnya.
Levine masih terus menatap gadis itu. Beberapa kali tatapan itu bertemu dan reaksi gadis itu selalu sama, langsung membuang muka. Suaranya terdengar bergetar. Dia benar-benar terlihat frustrasi. Kali ini Levine sangat ingin menghampiri gadis itu, memeluknya erat. Sedingin apapun dia terhadap gadisnya, sekaku apapun dia, nyatanya rindu itu selalu ada. Apalagi di saat-saat sulit seperti ini.
"Jadi cerita ini diambil bukan dari kisah nyata sepenuhnya. Hanya mengambil karakter dari seseorang. Dia bagian dari seseorang yang kukenal. Seperti yang dia inginkan. Aku sangat berharap tulisan ini bisa membuka mata pembaca mengenai orang depresi. Kurasa ini sudah disampaikan tadi.
Dan... Dan mungkin, ini adalah sebuah kesalahanku. Bukan hal mudah untuk berkata maaf. Tapi, aku meminta maaf untuk pihak-pihak yang mungkin sedikit keberatan. Saat aku mengangkat karakter ini. Ini membuatku kagum tapi juga aku tahu ini salah. Itu saja. Aku tidak bisa bicara banyak. Hanya ini."
Tangan mungil itu mengusap kasar wajahnya. Dia mengakhiri ucapannya lalu bergegas ingin meninggalkan acaranya tanpa menunggu respon dari para penggemarnya. Dia terlihat jauh berbeda. Semuanya karena bayang-bayang rasa bersalahnya.
***
"Jadi kau yang menulis novel itu? Kau yang dikenalkan kepadaku sebagai kekasih dari putraku?!"
Suara itu menggelegar di segenap penjuru gedung. Membuat semuanya terkejut. Terutama Flavie sendiri. Di dalam hatinya dia merintih apakah hidupnya akan tamat secepat ini?
Levine sendiri menegang dalam diam. Dia tidak pernah menduga ibunya akan mengambil tindakan seperti ini. Dia seperti tidak mengenal ibunya yang seperti ini. Ibunya berdiri dari duduknya dan berseru membuat Flavie yang hampir mencapai pintu, berhenti seketika.
"Kalian dengarkan. Aku adalah ibu dari orang yang gadis itu ambil karakternya untuk novelnya. Dia mengenal seseorang yang memberinya ide untuk novelnya. Itu puteraku, kekasihnya."
Semuanya bergumam seperti tidak menyangka.
"Mom!" desis Levine waspada.
Levine tidak ingin Flavie semakin berlari meninggalkannya. Dia berpikir kali ini benar, ibunya tidak menyukai gadis itu. Terlebih tidak rela anak pertamanya menjadi konsumsi publik. Levine tidak pernah menyangka jika hal tersebut akan menjadi serumit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu dan Novel
ChickLitTentang Levine Jason Russel (Levine)--CEO muda-- yang akhirnya menjatuhkan pilihannya pada Flavie Morison (Vie)--Penulis novel romance-- cover by: @phantomID *yang nunggu-nunggu abang Levine, adik dari Abang Esen, ini diaa.. Juni 2017