Part. 14 Mertua Posesif

1K 41 6
                                    

Bramantyo benar-benar bernasib malang. Sudah keasyikannya menikmati tubuh indah istrinya terganggu, pria itu kini juga sangat- sangat dibuat lelah dan bosan menerima nasehat Bumi dan Mega. Apalagi Bumi. Ayah gilanya itu bisa-bisanya langsung memanggilkan dokter kandungan kerumah untuk memeriksa kandungan Tiara apakah bayinya baik-baik saja atau dalam bahaya. Benar-benar berlebihan. Sepertinya Bram harus memutar otak mencari cara untuk keluar dari istana sialan milik orang tuanya ini. Jika dia terus bertahan disini, bisa-bisa benda pusakanya akan terus bernasib malang.

"Kau jangan lagi mengulang kelakuan bejatmu membahayakan anak istrimu Bram. Ini peringatan keras dari Papa!" Bumi masih berdiri menjulang dengan tatapan penuh intimidasi dihadapan Bram yang kini masih saja duduk di sofa dengan wajah kesalnya tanpa rasa takut sama sekali.

"Pa! Papa nggak usah lebay deh. Kelakuan bejat apa sih pa. Bram cuma nyenengin istri Bram. Salahnya dimana?! Ara pa yang terus minta. Bram mana sanggup menolaknya...Aaauwww!"

Ucapan Bramantyo terpotong karena Bumi menoyor kepalanya seenaknya.
Bram benar-benar kesal diperlakukan seperti bocah TK saat ini.
"Masih saja kau mencari alasan untuk membenarkan kelakuan mesummu! Dasar bocah kurang ajar! Apa kamu lupa siangnya istrimu baru saja pingsan, muntah-muntah, ha?!" Bumi semakin marah dengan ulah santai putranya. Seolah-olah nyawa didalam perut Tiara tidak berharga.

"Kau tahu berapa bulan papa dulu puasa menyentuh mamamu demi menjaga keselamatanmu dan mamamu ha? Kau tahu berapa kali mamamu itu harus papa larikan ke Rumah Sakit demi mempertahankan keselamatanmu anak sialan? Kau tahu bagaimana sulitnya papamu ini mencarikan pendonor darah yang cocok dengan mamamu saat menjalani operasi kelahiranmu? Demi Tuhan Bram, Papa yakin jika waktu itu kau yang jadi papa mungkin kau tidak akan sesabar papa. Mungkin kau lebih merelakan istrimu tidak usah hamil saja. Mamamu memilih mati jika tidak bisa melahirkanmu. Dan papapun tak sanggup hidup tanpa mamamu. Kau pikir papa punya pilihan lain? Kau mengerti?!" Bumi meluapkan semua kekesalannya pada putranya dengan suara berapi-api.

Untuk sesaat Bramantyo tercekat tak mampu mengeluarkan kata apapun. Mega juga hanya terdiam merangkul lengan suaminya mencoba meredam amarah pria itu.
Mega mengusap-usap lembut lengan suaminya.

Bram menghembuskan nafasnya perlahan. Mencoba mencerna kekhawatiran Bumi Si Mertua paling posesif sedunia.

"Ok..ok Pa. Walau Bram yakin kondisi Ara belum tentu sama dengan Mama, Bram akan berusaha menahan diri di trimester pertama ini. Tapi jika istriku baik-baik saja setelah itu, papa nggak punya alasan terus ikut campur urusan rumah tanggaku! Kalau papa terus merecoki urusanku, aku benar-benar akan pindah dari rumah ini. Titik!" Bramantyo beranjak hendak kembali ke kamarnya.

Khawatir Tiara mencarinya karena sudah hampir 2 jam Bumi terus menceramahinya. Membosankan.

"Mama harap istrimu baik-baik saja Bram. Jangan sampai mengalami apa yang mama alami seperti dulu kala hamil dirimu."

Langkah Bram terhenti saat suara lembut Sang Mama yang sejak tadi hanya menyimak tiba-tiba menyeruak sesaat sebelum Bram menyentuh gagang pintu ruangan Bumi. Bram berbalik menatap manik mata Sang Mama yang ternyata sudah berkaca-kaca.
Ah Bram kesal dengan sifat melankolis Sang Mama. Wanita itu berjalan pelan menghampiri putranya.

"Jaga istri kamu baik-baik nak. Juga calon bayi kalian... "lirih Mega.

Tatapannya sendu kearah putra semata wayangnya. Mega khawatir para menantu generasi Putra Pratama mengalami sebuah karma atau kutukan yang sama entah apa. Karena setahu Mega, ibu mertuanya, Hanidar pun pernah menceritakan kesulitannya saat hamil Sang Suami.

Mega rasanya tidak sanggup membayangkan hal buruk akan menimpa Tiara menantu kesayangannya. Mega sangat menginginkan memiliki seorang putri tapi takdir tidak mengijinkan hal itu terjadi. Sejak kelahiran putranya yang penuh intrik dan drama menyedihkan. Bumi langsung mendatangkan dokter terbaik dari Singapore untuk mengikat rahimnya agar tidak bisa hamil lagi. Mega tak bisa berbuat banyak selain patuh pada suaminya yang sangat posesif itu.

SAATNYA MENIKAHIMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang