Aliya terjaga dari tidurnya akibat alarm ponsel yang berbunyi di pukul 1 pagi. Dua matanya belum sepenuhnya terbuka, masih mengantuk tapi terpaksa bangun untuk mematikannya. Pikirnya, Anggita memang kurang kerjaan.
Aliya tidak asal menuduh, dia ingat ketika Anggita datang menjemputnya kemarin. Sahabatnya itu membuka-buka semua aplikasi di ponselnya. Termasuk alarm ini juga pasti karena campur tangan dari kejahilannya.
Namun ketika tangan kanannya akan meraih nakas, malah tak sengaja menepis ponselnya sendiri hingga menyebabkan benda itu terjatuh ke lantai. Suara renyah tadi sontak membuat mata membuka seutuhnya. Aliya buru-buru memungutnya.
Kendatipun pandangan masih memburam untuk melihat ke layar ponsel, tapi seperkian detik ia baru menyadari ada pesan baru yang masuk dari 4 jam lalu. Sebuah pesan dari Fardan Utama Respati.
“Hah, Fardan?”
Aliya cukup tertegun, bahkan sampai mengucek mata berulang kali. Isi pesan itu menanyakan kabar Aliya setelah kejadian yang menimpa Adimas.
Aliya kini langsung membalasnya. “Aku baik.”
Pesan yang sengaja singkat. Aliya tidak mau kalau Fardan akan merasa, ia masih menaruh perasaan yang sama seperti dulu.
“Aliya, kamu mau dateng ke pertandingan aku besok lusa?” Fardan ternyata online, ia sudah mendapat balasan dari laki-laki itu, berjarak hanya lima menit.
“Kapan?” Pesan yang sengaja dikirim singkat lagi oleh Aliya. Fardan segera membalasnya. “Jam 3 sore di lapangan bola jalan Kertanegara.”
“Oke.” Aliya sudah membalasnya, tanda persetujuan.
***
“Bukannya kata lo, dia udah punya pacar kan? Jadi ngapain dia nyuruh lo nonton pertandingannya?”
Pukul 6 pagi, Anggita bersedia menerima panggilan video dari Aliya. Gadis itu menceritakan pesan yang semalam dikirim oleh Fardan ke sahabatnya. “Nggak tau. Mungkin udah putus.”
“Bentar-bentar, waktu kalian semobil kemarin. Sempat ngobrol nggak?”
“Sebatas gue arahin jalan ke RS aja sih. Terus kita nggak ada omongan apa-apa lagi.” Aliya menjawab seadanya, sesuai kejadian kemarin.
“Tuh, aneh nggak sih. Kok dia tiba-tiba chat lo nyuruh nonton pertandingannya.” Anggita mulai menyebar keraguan. Aliya justru tidak berpikiran sampai kesana.
“Al, jangan mau jadi pelarian deh. Kalau dia bener baru putus sama pacarnya, terus mau deketin lo. Mendingan lo kabur!”
“Fardan bukan tipe cowok yang gitu deh, Git.”
Anggita berdecih. Wajah bantal dua gadis itu saling beradu di layar ponsel masing-masing. “Al, apa yang mau lo harap dari dia sih. Teguran sama lo aja enggak, terus ngapain dia tiba-tiba chat kalau nggak punya maksud tertentu.”
“Lo temenin gue ya, Git.” Aliya sudah menghilangkan segala keraguannya untuk mengatakan ini. Dia juga sudah siap menerima serangan Anggita kalau sahabatnya tidak menyetujui ajakan temu itu.
“Al!”
“Please, Git. Lo nggak mau gue kenapa-napa kan?”
Anggita menaikkan bibirnya sebelah. “Apaan, sih. Lebay banget lo. Gue nggak mau temenin lo!”
Panggilan video berakhir.
“Gitt, woi. Yahh, dimatiin.”
***
Aliya turun ke bawah, masih mengenakan piyama tidur warna Navy. Rambut panjangnya sedang diikat cepol. Setelah panggilan video tadi diakhiri Anggita begitu saja, lantas Aliya memutuskan keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS- Hanya Teman Selamanya?
Short StoryTEMAN. Kisah dua manusia yang saling menyadari perasaan masing-masing, tapi selalu mengaku kepada publik kalau mereka hanya sebagai teman, sebatas teman, dan memang hanya teman. Yuk lanjut klik baca untuk mengetahui kisahnya ....