19- Momentum

3 1 0
                                    

Di malam setelah Aliya memberitahu rencana reuni. Gadis itu tak sengaja mendengar ibunya sedang menelepon.

"Minggu depan tante nggak jadi ke rumah ya, Dim. Tapi jadwal kamu kosong nggak?"

Aliya mundur dan menepi di tempat yang masih terjangkau telinganya, menyimak perbincangan itu.

"Nanti kamu temenin Aliya pergi ya."

Aliya menggeram. Tak sadar ia sudah mengepalkan tangannya erat-erat. Mama terus saja mengambil keputusan tanpa persetujuannya. Terkadang ini yang membuat Aliya suka membenci ibunya. Selalu Adimas dan Adimas yang disuruh menjaganya.

Seolah mama ingin mendekatkan mereka yang telah lama berpisah.

"Nanti reuni nya di warung kopi lo kan?" Aliya di keesokannya menghubungi Noah melalui sambungan panggilan suara.

"Iya bener di warung gue." Terdengar keramaian di sekitar laki-laki perintis itu.

"Nanti lo bisa siapin satu makanan yang expired?"

Noah yang sedang sibuk mengurus menu pelanggan di dapurnya, kini menjuluki gadis itu. "Lo gila, apa gimana Al? Ya kali gue sedia makanan yang udah expired!"

"Kalau gue minta, lo bisa sediain?"

"Nggak bisa," tolak Noah.

"Gue mohon, Noh."

Noah tampak ingin mempertimbangkannya saat Aliya sudah memohon seperti ini.

"Noh. Gimana?"

"Ya- ya udah. Siapin buat siapa? Jangan-jangan ke Fardan ya?" Aliya segera membantah. "Bukan Adan. Lo jangan coba-coba kasih ke Fardan ya!" Terdengar kekehan tawa dari lawan teleponnya. "Terus ke siapa nih?"

"Namanya Adimas. Nanti gue akan dateng sama cowok. Dan itu adalah sasaran lo."

Noah mengiyakan. Panggilan telepon mereka berakhir.

***

"Jadi Aliya ini anaknya Bu Anisa?" Laki-laki rambut ikal itu masih terkejut. Selama mereka berteman di SMA, dekatnya hanya pada lingkungan sekolah. Selebihnya mereka memang tidak terlalu mengenal satu sama lain. Noah tidak pernah menyangka akan terlibat di situasi seperti ini.

"Maaf ya Al. Gue udah cerita semua ke Ibu lo."

Aliya diam saja.

Sebenarnya Adimas yang paling terpukul disini. Dia menyimak semua penyesalan Noah karena sudah memberinya makanan expired. Namun yang tak pernah laki-laki itu sangka kalau Aliya yang sudah memberikan perintah.

Hadyar dan Arban bahkan sampai menggeleng-geleng. Mereka tak mampu mau berkata apa-apa. Marah pun mereka tak tega. Sehingga sejak tadi dua pria itu hanya diam di tempat sembari kompak memangku kening masing-masing.

"Pulang kerja capek-capek, malah dapat berita ginian."

Mungkin itu yang sedang kedua pria itu gumamkan di tengah kebungkaman mereka.

"Kalau begitu, saya pamit pulang dulu." Noah ingin segera pulang dari sini setelah urusan meminta maaf dan perdamaian secara keluarga selesai. Sebagai rasa penyesalannya yang teramat, laki-laki itu telah menawarkan pelayanan warung kopinya sewaktu-waktu keluarga Andrean akan mengadakan acara. Noah bersedia mengabdikan dirinya pada keluarga ini.

HTS- Hanya Teman Selamanya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang