Laki-laki dengan jersey warna hitam itu, sedang bergegas menuruni anak tangga rumahnya. Kunci motor juga sudah tergenggam di tangan kanan, tinggal berpamitan dengan sang ibu yang sedang menonton sinetron kesukaannya melalui televisi di ruang tengah.
“Bu, aku berangkat,” ucap Fardan sambil meraih tangan kanan ibunya untuk bersalaman. Ola lebih dulu memperhatikan penampilan anaknya dari atas ke bawah, sebelum kemudian seorang ibu itu memicingkan dua matanya.
“Kamu mau jalan sama cewek, ya?”
Sontak mata Fardan membulat, ia heran pada ibunya yang bisa menebak niatnya sore ini keluar rumah. “Main bola, Bu.” Tapi Fardan masih kuat dengan alasan pertamanya.
“Main bola, terus jalan sama cewek kan?”
“Dih, Ibu. Kok bisa-bisanya nyangka gitu.”
Fardan pura-pura, berusaha tenang agar tak ketahuan kalau dugaan ibunya memang benar.
“Dari pagi Ibu lihat kamu sumringah banget. Pas turun tangga tadi aja, kamu cerah banget wajahnya kayak lagi jatuh cinta dan mau ketemu seseorang.”
“Ahh, nggak Ibu. Itu cuma perasaan Ibu aja.”
Ola justru masih memicingkan matanya. “Kamu jangan bohong. Perasaan Ibu nggak akan meleset, Nak!”
Fardan menggaruk hidungnya yang mendadak gatal, kemudian meraih tangan kanan ibunya sekali lagi untuk bersalaman. Dia mulai pergi dengan terburu-buru, menghindari tuduhan ibunya yang bisa membahayakan.
“A—aku mau berangkat, Bu. Assalamualaikum.”
"Dan, jawab dulu. Kamu mau ketemu cewek kan?"
Langkahnya terpaksa berhenti lagi.
"Main bola, Bu. Main bola. Masa ketemu cewek pakai baju gini."
"Dan."
Fardan mulai tidak bersemangat dicecar oleh ibunya seperti ini.
"Udah ya Bu. Aku beneran mau berangkat sekarang. Assalamualaikum."
Ola akhirnya mengiyakan, membalas salam putranya dan melepas kepergian anak laki-laki itu sambil tersenyum kecil.
Sebenarnya, Ola memang sudah tau tentang rencana pertemuan putranya dengan seorang gadis. Ola tak sengaja mendengar Fardan latihan berbicara di kamar tadi pagi.
“Hai, Aliya. Kamu apa kabar? Kita udah lama ya nggak ketemu.”
Tiba-tiba Fardan kegelian sendiri akibat ucapannya. “Eh, jangan deh jangan. Itu terlalu formal.”
Fardan lanjutkan dengan susunan kata lain. Anak laki-laki itu berdeham beberapa kali, membersihkan tenggorokannya sebelum melanjutkan latihannya lagi di depan cermin. Dia bagai sedang membayangkan ada seorang gadis bernama Aliya di depannya. “Al, akhirnya kita ketemu lagi.”
Namun Ola melihat putranya kembali merasa kegelian.
“Aliya.” Ola ingat-ingat satu nama yang putranya sebut. “Jadi, nama pacar anakku, Aliya?”
***
“Aku udah di depan rumah kamu, Al.”
Pesan yang Aliya terima dari seorang laki-laki, diberinya username ‘Adan’. Sudah sejak lama Aliya menamainya itu. Chat bersama Adan yang selama setahun setengah terarsip, akhirnya kembali menjadi tamu utama di beranda WA-nya.
Aliya segera keluar rumah, memakai jaket warna putih dan celana training panjang. Rambutnya dikuncir satu. Fardan melihat wajahnya seperti anak SMP saking ia imut, walau yang bersangkutan sudah akan memasuki usia kepala 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS- Hanya Teman Selamanya?
Short StoryTEMAN. Kisah dua manusia yang saling menyadari perasaan masing-masing, tapi selalu mengaku kepada publik kalau mereka hanya sebagai teman, sebatas teman, dan memang hanya teman. Yuk lanjut klik baca untuk mengetahui kisahnya ....