4- Bimbingan

10 3 0
                                    

Motor ducati nya sudah tiba di depan sebuah rumah yang dominan dengan warna merah muda. Fardan juga sudah membawa satu helm lagi berwarna pink, sesuai warna kesukaan Raisa. Baru dibelinya sebelum tiba menjemput satu teman perempuannya ini.

Tidak menunggu waktu lama karena gadis yang dinanti akhirnya keluar. Dia memakai baju berwarna sage dengan rambut panjangnya yang diikat satu. Fardan juga langsung menyerahkan helm itu setelah Raisa sudah berada sepuluh sentimeter dari motornya.

“Helm nya baru ya, Dan?” Raisa ternyata peka.

“Kok tau?”

“Bau baru keluar dari toko itu ketahuan banget, Dan.” Gadis itu kini tergelak. “Jangan bilang, lo nanya warna favorit gue tadi karena mau beliin helm?”

“Iya. Kebetulan aku nggak punya helm lain di rumah, jadi sekalian beli baru. Makanya aku tadi tanya warna favorit kamu itu apa.” Fardan tersenyum tulus.

Sebenarnya ini adalah pertemuan ketiga mereka. Baru di hari ini Raisa mendadak minta dijemput oleh teman satu kelompoknya. Apalagi saat semalam, dosen pembimbing tiba-tiba memutuskan pertemuan di hari ini.

“Motor gue lagi di bengkel, makanya gue minta tebengan sama lo. Mau chat Dipta, keinget rumahnya nggak searah sama gue.”

“Yoi, santai kok.” Fardan sambil tersenyum mengatakannya. “Ayo naik, nanti kita telat, Sa.” Fardan mengajaknya untuk segera menunggangi jok belakang.

Gadis itu berakhir menurutinya, mulai dilajukan motor ducati tadi keluar area komplek perumahan, membelah jalanan raya untuk sampai ke tujuan.

***

“Bimbingannya berarti di rumah bu Areta, kan?” tanya Fardan sambil masih fokus mengendalikan motornya.

“Iyaaa.” Raisa membalas, gadis itu juga sambil melihat ke Maps dari ponselnya yang sudah di share location oleh dosen mereka.

“Ada pertigaan, nanti lo belok kiri.” Raisa memberitahu. Tepat di depan berjarak 3 meter dari penglihatannya, Fardan sudah melihat ada lorong yang bisa dimasuki. Laki-laki itu mulai mengambil belokan ke kiri sesuai arahan dari temannya.

Namun Raisa buru-buru menepuk pundak Fardan saat menyadari gerak motor yang tidak sesuai dengan warna biru di Maps ponselnya. Fardan menghentikan dulu laju motor ke pinggir jalan. “Kenapa?”

“Dan, kayaknya pertigaan nya masih di depan, bukan yang ini.”

“Oh, salah? Aku kira yang ini, lho. Oke-oke putar balik deh.” Fardan memutar motornya keluar dari jalan sebelumnya, kembali memasuki jalanan raya. Meskipun di jarak waktu lima menit, lagi-lagi Raisa kembali mengejutkannya dengan menepuk pundak Fardan sangat kuat.

“Astaga, ngebut, Dan. Bu Areta minta kita harus datang sebelum jam 10 pas.”

“Hah?!”

Fardan tak mendengar. Laju motor dan suara-suara bising kendaraan lain, membuat pendengaran di telinganya menjadi kacau. “NGEBUTTT!!!”

“KENTUT?” Fardan keheranan, berusaha mengklarifikasi. “Aku nggak kentut. Kamu kali yang kentut!”

Raisa masih berusaha, mendekatkan mulutnya lagi ke depan. Fardan juga sambil menoleh ke samping, memundurkan sedikit kepalanya agar bisa mendengar suara sang teman.

“NGEBUTT, DAN!!! BU ARETA NYURUH KITA CEPETAN DATANG SEBELUM JAM 10!!”

“Oke-oke.” Kali ini telinganya baru mendengar dengan baik. Fardan mulai tancap gas, membuat Raisa harus berpegangan dengan pinggang laki-laki itu agar tidak jatuh. Kecepatannya sudah mulai di atas normal.

HTS- Hanya Teman Selamanya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang