"Ada 3 menit 19 detik waktu kamu menyelesaikan kopi." Wanita itu sambil mematikan stopwatch yang ada di ponselnya.
"Udah kerjaan saya, Bu. Lima menit mah justru kelamaan," jawab Noah sembari membawa segelas kopi ke meja psikolog tadi. "Silakan, Bu."
Wanita itu justru menggeleng."Berhubung saya tidak suka kopi. Apa kamu bisa meminumnya demi saya?"
Noah hanya terkekeh. "Ihh, si Ibu. Tadi katanya minta dibuatin kopi. Tapi sekarang malah bilang nggak suka. Kalau dari awal bilangnya, saya bisa buatin minuman lain, Bu. Kayak thai tea, vanilla late-"
"Stop Noah."
Kekehan tawanya memudar. Anak itu terdiam.
"Minum."
Anak laki-laki itu refleks meneguk ludah lantaran gugup karena sedikit dibentak. Dia mengangguk, mengambil gelas tadi dan bergegas meneguknya. Psikolog di depan hanya memperhatikan kegiatannya sampai selesai.
"Habis, Bu." Noah melapor sambil bekas gelas tadi ditaruhnya kembali di meja sesuai permintaan psikolog itu.
Hening sesaat sampai suara kicauan burung dari luar gedung bahkan dapat terdengar berisik ke telinga mereka.
Anisa kini melanjutkannya. "Bagus. Tapi apa kamu nggak curiga." Refleks alis Noah pun bertaut. "Bisa saja kopi itu sudah expired kan?"
Mata anak itu menyalang seakan tersirat amarah. "Jadi Ibu sengaja kasih saya bubuk kopi yang udah expired?" Noah merasa ingin memuntahkan seisi perutnya sekarang di depan wanita ini.
"Kenapa kamu panik?" Anisa kini menopang dagunya. Memperhatikan keringat yang mulai bercucuran di pelipis anak ini.
"Bu. Saya tahu Ibu orang berpendidikan. Ibu paham kan kalau makanan atau minuman expired bisa berbahaya untuk tubuh." Noah lalu menggeleng. "Saya belum mau mati, Bu. Saya pun bisa menuntut Ibu, dan karir Ibu akan hancur. Psikolog yang tidak berkompeten dan malah mengancam anak yang tidak tahu apa-apa."
Wanita di depannya lantas tertawa terpingkal. Noah merasa tersinggung. Tidak ada kelucuan sama sekali dari ucapannya tadi.
"Noah Januar Sanjaya ... Kamu bisa melakukan itu kepada orang lain, tapi saat diri kamu sendiri yang mengalaminya, kamu nggak rela?"
"Saya pun bisa menuntut kamu dari lama, tapi saya tidak tega melakukannya."
Noah masih tak mengerti kemana arah pembicaraan psikolog ini.
"Begitulah yang dirasakan anak saya saat itu karena makanan expired dari kamu?"
Tunggu. Noah ingin berpikir. Makanan expired yang diberikannya pada anak ibu ini. Memangnya siapa anak- ... oke dia sepertinya ingat sekarang.
"D- dari mana Ibu tahu?"
Anak ini masuk jebakan.
Anisa kembali tertawa. "Akhirnya kamu mengaku sendiri kan. Padahal saya tidak menyudutkan kamu sebelumnya?"
"T- tapi bukan saya, Bu. Saya disuruh temen saya buat kasih makanan expired ke anak Ibu." Noah terpaksa mengakui semuanya. Dia ingin menyelamatkan diri dan bisnisnya.
"Siapa nama teman kamu?"
"Aliya." Tanpa ragu Noah menyebutkan nama sekutunya.
"Aliya." Anisa mengulangi nama itu. Rasanya begitu sakit.
"Aliya meminta saya untuk menyiapkan satu menu makanan yang expired. Sebelumnya saya nggak mau. Tapi Aliya terus paksa saya supaya bisa membantunya." Anisa masih mendengarkan penjelasan dari anak ini. Dia bisa menerka kalau Noah sedang berkata jujur dan mengakui semuanya. Sebab anak ini berani menatap ke matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS- Hanya Teman Selamanya?
Short StoryTEMAN. Kisah dua manusia yang saling menyadari perasaan masing-masing, tapi selalu mengaku kepada publik kalau mereka hanya sebagai teman, sebatas teman, dan memang hanya teman. Yuk lanjut klik baca untuk mengetahui kisahnya ....