Hyunjin mengemas beberapa bukunya dengan hati-hati, memasukkannya ke dalam tasnya. Sesuai pesan Jisoo, ia harus berangkat untuk les piano dan bimbingan belajar, setidaknya sampai masa skorsnya berakhir.Ia juga harus berhenti bekerja. Huh, sial sekali. Mama hanya memberinya uang untuk membayar kebutuhan sekolah—dan hanya untuk sekolah, tidak lebih dari itu.
Sementara itu, ia terpaksa bolak-balik ke sekolah menggunakan transportasi umum. Tak pernah sekalipun Hyunjin berangkat bersama Changbin yang selalu diantar sopir pribadi. Belum lagi perjalanan menuju tempat les yang membuatnya semakin frustasi.
"Jangan membuat masalah dan mempermalukan saya lagi."
Perkataan Jisoo beberapa saat yang lalu terngiang jelas di kepala Hyunjin. Ia merasakan campuran sedih dan keheranan. Tumben Mama tidak memakinya seperti biasa? Rasanya, semua ini semakin membuatnya merasa tertekan.
Jisoo hanya datang untuk menyuruhnya belajar, berhenti bekerja, dan membahas pintu yang rusak. Setelah itu, tanpa menunggu jawaban, Jisoo segera pergi, meninggalkan Hyunjin dengan pikirannya yang penuh kebingungan.
Hyunjin memijat bahu dan lehernya pelan, mencoba menghilangkan rasa sakit yang menyengat. Seluruh tubuhnya terasa mati rasa saat mengingat kejadian kemarin—terjebak di ruang bawah tanah yang berdebu dan tanpa penerangan sedikit pun. Ia bertahan di sana hampir seharian penuh, merasa terasing dan sendirian.
"Jangan merasa bersalah terus, Kak. Jeongin baik-baik aja di sini, di samping Kakak." Jeongin berdiri tepat di sebelah Hyunjin, wajahnya sendu, seolah berusaha menghibur meskipun dirinya sendiri juga terbebani oleh kesedihan yang sama.
Hyunjin berjalan seorang diri di trotoar, wajahnya datar, tak menunjukkan emosi. Langkahnya terhenti sejenak saat ia memandang langit berwarna oranye yang menawan, seolah menawarkan sedikit kehangatan di antara kesunyian yang mengelilinginya.
"Harusnya, Kakak nggak ninggalin kamu waktu itu," lirihnya, suara itu nyaris tak terdengar.
Ia melanjutkan langkahnya, hingga tiba di Tempat Pemakaman Umum. Angin sepoi-sepoi menerbangkan beberapa helai rambutnya, tetapi senyuman lebar tetap terlukis di wajahnya saat ia menghampiri sebuah nisan yang tertulis nama Jeongin. Dengan lembut, tangannya mengusap permukaan nisan itu, seakan ingin merasakan kehadiran Jeongin di sisinya.
Bulir bening tiba-tiba jatuh tanpa perintah, membasahi pipinya. "Gimana kabar kamu? Maaf, Kakak udah lama nggak datang nemuin kamu," ucapnya, nada suaranya dipenuhi kerinduan dan penyesalan.
Hyunjin menghela napas berat, menatap nisan yang tergeletak di depan mata. "Kamu tahu, kan? Ayah sama Mama udah pisah. Sejak itu, Mama jadi nggak pernah senyum atau ketawa. Sekarang Mama mau nikah lagi. Kamu... nggak marah, kan? Om Suho kelihatannya baik, dan Kakak juga punya dua saudara lagi. Mereka juga asik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me, Love Me || Hwang Hyunjin
Fanfiction⚠️ Brothership || Not BxB Dalam dunia yang berputar antara hidup dan mati, orang yang ditinggalkan adalah mereka yang paling menderita. Waktu terus melaju, seolah tak peduli dengan luka yang menganga di hati mereka yang tersisa, sementara mereka har...