2.0

303 63 23
                                    

Dua hari berlalu, Hyunjin masih terbaring di ruang inap, tatapannya kosong menatap langit kelabu lewat jendela. Kesendirian dan kesunyian menyelimutinya, membuatnya merasa terbuang dan terkurung dalam dunia yang tak lagi peduli padanya.

Hanya suara detak jam yang samar terdengar, menambah sunyi yang menyayat di ruangan itu. Hyunjin terlalu larut dalam lamunannya hingga tidak menyadari kehadiran Jisoo yang tiba-tiba muncul. Wanita itu melemparkan sebuah tas di sebelahnya.

"Dua hari harusnya sudah cukup. Hari ini kamu harus kembali ke sekolah," ucap Jisoo, suaranya dingin dan tegas. Tangannya terlipat di dada seolah tak menyisakan ruang untuk kasih sayang. Hyunjin menoleh perlahan, menatap tas yang dilemparkan padanya. Ia meraihnya dengan tangan yang masih lemah dan membuka isinya. Seragam sekolah terlipat rapi di dalamnya, seakan sudah siap mengekangnya lagi.

Pintu kamar kembali terbuka, seorang perawat masuk untuk melepaskan infus dari lengannya. Hyunjin hanya bisa menatap kosong, merasakan dingin menjalar di pergelangan tangannya yang kini bebas dari selang.

Jisoo melirik arlojinya sekilas, mengecek jam yang saat ini menunjukkan pukul delapan. "Hari ini kamu ikut kelas tambahan di sekolah, lalu dilanjut les piano dan bimbel. Jadwalnya sudah saya tambah, jadi kemungkinan besar kamu baru akan pulang jam sepuluh malam," tuturnya tanpa jeda.

"Pastikan kamu sampai di rumah tepat waktu," lanjutnya. Setelah itu, Jisoo berbalik meninggalkan kamar tanpa sepatah kata lagi. Suara langkah sepatunya terdengar nyaring di lorong, semakin jauh dan hilang.

Hyunjin menelan ludah, kerongkongannya terasa kering, sama seperti bibirnya yang pucat. Meski lemah dan tubuhnya masih terasa nyeri, ia mulai mengganti bajunya dengan seragam sekolah yang disiapkan. Rasanya seperti mengenakan kembali beban yang sudah lama tak dilepaskan. Tapi apa pilihan yang ia punya?

"Lagi-lagi, cuma kamu satu-satunya siswa di sini yang datang di jam pelajaran ketiga," tegur Pak Han, sang guru konseling, menatap Hyunjin tajam dari balik meja kantornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lagi-lagi, cuma kamu satu-satunya siswa di sini yang datang di jam pelajaran ketiga," tegur Pak Han, sang guru konseling, menatap Hyunjin tajam dari balik meja kantornya. "Dan dalam dua hari ini, kamu bahkan bolos tanpa keterangan. Emang sekolah ini punya orang tuamu? Atau kamu yang punya sekolah ini?"

Hyunjin menundukkan kepala, merasakan tekanan yang menyesakkan di dadanya. Keterlambatannya tadi bukan karena kemauannya sendiri, tapi karena bus yang ditumpanginya sempat mogok di jalan.

Pak Han menyandarkan tubuhnya, kedua lengannya terlipat di dada. "Kamu harusnya belajar dari saudara kamu. Tahun ini dia dicalonkan jadi ketua OSIS. Sementara kamu?"

Hyunjin menggigit bibir bawahnya, merasakan rasa pahit yang menghantamnya.

Pak Han berdiri, mengambil gulungan kertas dari meja dan mengetuknya pelan di telapak tangannya. "Baiklah, hari ini, kamu kena hukuman tambahan. Setelah jam sekolah selesai, kamu bersihkan seluruh aula, termasuk mengatur ulang kursi dan meja untuk persiapan acara besok." Dia mengarahkan gulungan kertas itu ke arah Hyunjin. "Dan jangan coba-coba kabur. Jika sampai ketahuan, hukumannya akan lebih berat."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hug Me, Love Me || Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang