1.8

317 60 43
                                    


Suho dan Jisoo, pasangan suami istri itu, tengah menikmati malam mereka di sebuah restoran yang dipenuhi cahaya redup dan suara lembut musik latar. Namun, suasana hangat itu kontras dengan ketegangan yang menyelimuti meja mereka.

"Tentang Hyunjin—"

"Jangan bahas anak itu di sini." Jisoo memotong, suaranya tegas dan penuh amarah, matanya tetap terfokus pada piringnya, seolah berharap bisa menelannya. Suho menghela napas pelan, merasakan beban di dadanya, lalu meletakkan sendoknya dengan lembut.

"Kamu ingat alasan utama pernikahan kita ini? Yang pertama adalah untuk anak-anak. Mereka butuh peran orang tua yang lengkap sebagai bentuk dukungan."

Jisoo membanting sendoknya di atas meja, membuat suara nyaring yang menarik perhatian beberapa pengunjung di sekitar mereka. Wajahnya memerah, menandakan kemarahan yang terpendam.

"Dari awal, aku udah bilang tentang anak itu. Jadi aku harap kamu nggak pernah membahas dia lagi."

"Kenapa? Kamu masih menganggap Hyunjin penyebab kematian Jeongin? Siapa pun kecuali Tuhan nggak bisa meramalkan kejadian kayak gitu. Seandainya Hyunjin tetap di rumah waktu itu, dia juga bisa saja menjadi korban. Kamu nggak hanya kehilangan Jeongin, tapi kamu juga akan kehilangan Hyunjin di waktu bersamaan." Suho berusaha tenang meski hatinya bergejolak.

Jisoo menundukkan kepala, wajahnya bergetar antara kemarahan dan kesedihan. "Seandainya Hyunjin tetap di rumah, pasti ada kemungkinan Jeongin selamat. Dia seharusnya ada di sana buat bantuin Jeongin."

"Kamu bukan anak kecil lagi. Turunin ego kamu. Kamu seorang orang tua dan seharusnya sudah mampu bersikap dewasa. Mau bagaimana pun, Hyunjin adalah anak kamu, anak kandung kamu. Sampai kapan kamu mau terus-menerus menyalahkan Hyunjin? Dia nggak bersalah atas hal apa pun."

"Kamu itu nggak ngerti—" Jisoo mulai kehilangan kesabaran, wajahnya menunjukkan keraguan dan kepedihan.

"Aku ngerti. Aku juga pernah kehilangan mantan istri aku. Bahkan sekarang kamu tahu sendiri, Felix sakit. Setiap seminggu sekali harus bolak-balik ke rumah sakit. Aku selalu takut. Gimana kalo apa yang dialami mantan istri aku terulang pada Felix? Ketakutan akan kehilangan lagi ngebuat aku nggak bisa fokus melakukan apa pun."

Suho menatap Jisoo dalam-dalam, berusaha mencari pemahaman di balik matanya yang penuh emosi. "Aku tahu betapa beratnya kehilangan," katanya pelan, "tapi menyalahkan Hyunjin juga nggak akan mengubah apapun."

Jisoo menundukkan kepalanya, membiarkan kesedihan meresap dalam dirinya. Ingatan tentang mantan istri Suho yang meninggal sepuluh tahun lalu karena gagal ginjal kembali menghantui. Penyakit itu menurun kepada Felix dan baru terdeteksi setahun yang lalu.

Suho menatap Jisoo dengan sorot mata teduh, berusaha menembus dinding emosional yang dibangunnya. "Jadi aku mohon, tolong berhenti memperlakukan Hyunjin seperti itu. Sebelum kamu menyesali perbuatan kamu sendiri."

Ada keheningan yang menegangkan di antara mereka, saat Suho mengharapkan Jisoo bisa memahami setiap kata yang ia ucapkan. Jisoo terdiam, pikirannya berperang antara rasa marah dan rasa sakit, tetapi di lubuk hatinya, ia tahu Suho benar.

 Jisoo terdiam, pikirannya berperang antara rasa marah dan rasa sakit, tetapi di lubuk hatinya, ia tahu Suho benar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hug Me, Love Me || Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang