Di ruang tamu, suasana tegang mengalir ketika Felix, Minho, dan Changbin berkumpul. Felix dan Minho segera berdiri saat mendengar keributan dari arah pintu masuk, merasakan ketidakberesan yang menyelimuti rumah. Mereka baru saja pulang, tetapi kini suara pertengkaran yang mengganggu memecah ketenangan.Suho berusaha mengikuti Jisoo yang menyeret Hyunjin dengan kasar setelah mereka tiba. Meski ditarik dengan cara yang keras, Hyunjin tampak pasrah, tidak melawan atau berusaha melepaskan diri.
Tatapan ketiga saudara itu beralih pada Suho, meminta penjelasan mengenai situasi ini-kecuali Minho, yang malah memperhatikan Jeongin yang tiba-tiba muncul, tetapi hantu itu hanya melewatinya dengan langkah cepat, bergegas mengikuti kakaknya.
"Kamu pikir bisa seenaknya? Nggak berangkat les selama dua hari? Dan ini semua apa?" Jisoo melepaskan tangannya dari Hyunjin yang terlihat diplester, kemudian menghempaskannya dengan kasar. la menampar pelan wajah Hyunjin yang tergores lebam, menambah rasa sakit yang sudah ada.
"Kamu berantem? Mau jadi preman? Keren kayak gitu?" Jisoo melontarkan kata-kata tajamnya, suaranya dipenuhi kemarahan yang mendidih.
Jeongin, tak bisa menahan diri, mengepalkan tangan. Giginya bergemeletuk menahan amarah saat melihat perlakuan ibunya terhadap kakaknya. Rasa tidak terima mengalir deras dalam dirinya, membuatnya ingin melindungi Hyunjin dengan segenap jiwa.
"Kamu hanya perlu sekolah dan pergi les! Semua biaya sudah saya tanggung. Kenapa kamu nggak tahu diri seperti ini?" Jisoo melanjutkan, suaranya semakin meninggi, menghujani Hyunjin dengan tuduhan-tuduhan yang menyakitkan.
"Gimana kalau Hyunjin ikut Ayah?" potong Hyunjin, menatap intens ke mata Jisoo, berusaha menyampaikan harapannya. Dalam hatinya, ia menginginkan pengertian, keinginan untuk diakui dan dicintai. Namun, alih-alih mendapatkan jawaban yang diharapkan, ia malah menerima tamparan yang melukai, seperti badai yang menerpa hatinya.
Wajah Jisoo tampak penuh emosi, mata nyalangnya menatap Hyunjin, seolah tak mengenali anaknya sendiri. Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah keluar dari kamar Hyunjin dan mengunci pintu dengan suara keras, menutup semua harapan di dalam ruangan itu.
"Kamu ini ngapain? Kamu nggak lihat keadaan Hyunjin kayak gimana? Anak itu sakit!" Suho mengeluarkan suaranya yang penuh amarah, seakan ingin menyentuh hati Jisoo yang membatu.
"Aku cuma memberi pelajaran karena dia melanggar aturanku!" jawab Jisoo, suaranya kaku dan defensif, seolah menganggap setiap tindakannya benar.
"Sikapmu itu keterlaluan—nggak, kamu benar-benar keterlaluan!" Suho melanjutkan, nada suaranya semakin keras, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap perlakuan Jisoo.
"Jangan ngatur aku!" Jisoo membalas, wajahnya merah padam, seolah berusaha mempertahankan otoritasnya.
"Kamu ngatur orang lain tapi kamu sendiri nggak mau diatur? Hyunjin itu anak kamu, dia salah apa?! Anak itu selalu nurut sama kamu tanpa pernah membantah sekalipun!" Suho menegaskan, setiap kata seolah menempel di dinding kesadaran Jisoo, berusaha menembus dinding ego dan kebanggaannya. Suho berharap Jisoo mau melihat bahwa kasih sayang bukan hanya tentang aturan dan disiplin, tapi juga tentang mengerti dan memahami.
Area bawah mata Changbin berkedut, dan tangan kanannya terkepal erat. Minho yang berdiri di sebelahnya melirik sekilas, merasakan ketegangan yang mengalir di udara. Mereka bertiga tengah menyaksikan perdebatan sengit antara Suho dan Jisoo dari lantai bawah, seolah menjadi penonton tak berdaya dalam drama yang mengguncang keluarga mereka.
"Salahnya karena membunuh Jeongin! Kalau bukan karena anak itu, Jeongin pasti masih hidup sampai sekarang. Aku juga nggak akan menderita seperti ini!" suara Jisoo memecah keheningan, penuh amarah dan kesedihan yang bercampur aduk, seakan setiap kata adalah peluru yang diarahkan ke Suho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me, Love Me || Hwang Hyunjin
Fanfiction⚠️ Brothership || Not BxB Dalam dunia yang berputar antara hidup dan mati, orang yang ditinggalkan adalah mereka yang paling menderita. Waktu terus melaju, seolah tak peduli dengan luka yang menganga di hati mereka yang tersisa, sementara mereka har...