"Semalem pulang jam berapa?" tanya Jisoo, suaranya tegas tanpa menatap Hyunjin. Mereka semua—Jisoo, Hyunjin, Changbin, Felix, dan Minho—sedang menyantap sarapan bersama, semua sudah rapi mengenakan seragam.
"Jam satu pagi. Tadi Minho lihat dia bahkan masih pakai seragam. Felix juga lihat," Minho menjawab, tanpa rasa bersalah.
Hyunjin memejamkan matanya, merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia tahu Mama tidak akan membiarkan hal ini berlalu begitu saja.
"Benar? Apa yang dibilang Minho barusan?" Jisoo mengulangi, suaranya semakin tegas.
"Iya," jawab Hyunjin pelan, menundukkan kepalanya. Tangan kanannya yang seharusnya memegang sendok justru terkulai di atas meja, sementara yang lain sudah hampir menghabiskan sarapan mereka.
"Tetap di rumah dulu, ada yang mau saya omongin," Jisoo menyampaikan, menyeruput teh hangatnya dengan anggun. Sebuah pernyataan yang menambah ketegangan di antara mereka, seolah-olah ada dinding tak terlihat yang membatasi kedekatan di antara ibu dan anak itu.
Felix dan Minho saling melempar pandang, kebingungan oleh penggunaan kata "saya" yang dilontarkan Jisoo kepada Hyunjin. Bagi mereka, kata itu terasa sangat formal, seolah ada jarak yang tak bisa diabaikan antara ibu dan anak.
Atmosfer di antara Hyunjin dan Jisoo terasa tegang, seolah ada dinding pembatas tak terlihat yang membuat Felix dan Minho merasa canggung.
"Kalian juga cepat berangkat, hati-hati dan jangan sampai telat. Oh ya, ada sopir yang bakal antar-jemput kalian," Jisoo mengingatkan.
"Iya, makasih, Ma. Felix sama Kak Minho berangkat dulu!" jawab Felix semangat.
"Changbin juga," tambah Changbin dengan cepat.
Di perjalanan menuju mobil yang akan mengantar mereka, Minho menelan ludahnya susah payah, keningnya basah oleh keringat meski pagi itu cerah.
"DIEMM!" teriak Minho, membuat Changbin terlonjak kaget dan mundur beberapa langkah.
'K-Kenapa? Gue dari tadi diem aja," ucap Changbin dengan nada ketakutan.
"S-Sorry, lupain aja," sahut Minho, terlihat cemas.
Changbin mengernyit, masih terdiam di tempatnya, menatap Minho yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Sorry, gue harap lo maklum. Si Minho ini kadang emang agak gila," ujar Felix, tiba-tiba muncul di jendela mobil.
Sepersekian detik kemudian, suara pukulan terdengar keras.
"Ayo buruan, kita bisa telat," seru Felix sambil tertawa kecil, mengusir ketegangan di antara mereka.
"Jawab yang sejujurnya, kamu ke mana? Kamu juga nggak datang les piano. Saya pikir kamu nggak akan pulang, bahkan lebih baik nggak usah pulang," Jisoo menatap tajam Hyunjin, bersikap tegas dengan kedua tangan bersedekap di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me, Love Me || Hwang Hyunjin
Fiksi Penggemar⚠️ Brothership || Not BxB Dalam dunia yang berputar antara hidup dan mati, orang yang ditinggalkan adalah mereka yang paling menderita. Waktu terus melaju, seolah tak peduli dengan luka yang menganga di hati mereka yang tersisa, sementara mereka har...