60. I'm an Antagonist
[ sudut pandang orang pertama ]
Drap
Drap
Drap
Aku memutar bola mataku malas mendengar suara langkah kaki di belakangku. Tanganku mengepal erat di samping tubuhku, bentuk pertahanan diri dari amarah yang menguasaiku.
"Bisa gak sih lo gak ikutin gue?!"
Kulihat dia terperanjat kaget melihat aku berbalik dan memakinya. Netranya mengerjap cepat dengan raut tak bersalahnya, terlihat menyebalkan di mataku.
Tangannya berusaha meraih tanganku, aku menarik tanganku ke belakang punggung. Dia menarik tangannya lagi, menundukkan kepala.
"Aku minta maaf.."
Aku memalingkan wajah, enggan menatapnya yang terlihat merasa bersalah. Aku tak ingin permintaanmaafnya, aku tak ingin melihatnya merasa bersalah, itu cukup mengganggu.
Bibirnya mengucap kalimat lagi, "Aku gak bisa lakuin apa-apa—"
"Oh ya?!"sahutku dengan nada sengit, netraku kini menatap nyalang ke arahnya.
Entah darimana aku punya sebuah keberanian untuk melangkah maju ke depannya, mengangkat daguku untuk menatapnya yang kini agak berusaha menjauhkan wajahnya.
"Gak usah sok minta maaf deh, lo seneng kan gue dipermaluin kayak tadi? Disuruh langsung ikut remedial? Terus hasil belajar gue sia-sia? Itu kan yang lo mau?!"
Aku menarik senyuman sinis, "Oh atau jangan-jangan lo yang sengaja lempar kertasnya ke gue? Biar gue disalahin gitu?"
Laki-laki itu mengangkat wajahnya, menatap tepat kedua mataku dengan tatapan yang tidak bisa kujelaskan.
Dia Jihoon, aku tak tahu harus mendeskripsikan dia sebagai apa dalam kehidupanku. Teman? Sejauh ini kami memang teman sekelas, sekaligus rival dalam akademi—aku menganggapnya begitu.
Aku selalu menjadi nomor dua, Jihoon nomor satunya. Ambisiku untuk menyaingi dia meningkat setiap waktu, aku perlahan-lahan menyimpan dendam personal pada lelaki itu. Aku tak pernah mau bicara dengan baik padanya, apalagi bersikap baik.
Kalian tahu? Aku lebih baik jadi nomor tiga daripada menetap di angka yang ambigu;nomor dua. Kurasa semua orang akan setuju bahwa menjadi nomor dua itu rasanya seperti sebuah kekalahan alih-alih kemenangan.
Kendati begitu, Jihoon malah bersikap sebaliknya. Dia baik padaku, bicaranya lembut, tak pernah sekalipun marah meski aku kerap bersikap tak baik padanya. Aneh? Tentu saja. Normalnya, orang akan merasa minimal kesal padaku kalau ada di posisinya. Maksudnya, dibenci karena dia jadi nomor satu dan aku tak bisa mengalahkannya, itu sungguh alasan yang tidak logis untuk membenci seseorang, dia pantas merasa marah atau kesal.
Tapi kenyataannya dia tidak begitu.
Sebut saja aku ini hatters nomor satunya Jihoon. Karena apapun yang dia lakukan, di mataku dia akan tetap salah, dan aku berhak marah.
Seperti kejadian lima belas menit yang lalu, dimana kami mengerjakan UTS di jam sebelum istirahat. Aku yang sedang mengerjakan lima nomor terakhir di soal itu mendapat sebuah kertas yang dilemparkan padaku, entah siapa yang melempar aku tidak tahu, tapi ini disengaja. Aku mengedarkan pandangan, tak ada siapapun yang terlihat habis melempar ini padaku, tapi Jihoon terlihat mau memberitahu siapa yang melemparnya, kurasa dia sudah menyelesaikan lembar jawabannya, makannya dia bisa tahu siapa yang melakukan ini padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝖨𝖬𝖠𝖦𝖨𝖭𝖤 - 𝖿𝗍. 𝖪-𝗂𝖽𝗈𝗅𝗌
Fanfictionyour idol as . . . a story about you and your idols⚘